Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Tragedi dan Kelahiran Juru Selamat

Eka Kurniawan.  Tahun  1999  ia menerbitkan buku pertamanya yang berasal dari tugas akhir kuliah,  Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis .  Ia menulis cerita pendek, novel, maupun esai di berbagai media. JURUSELAMAT . Seperti dituliskan Eka Kurniawan melalui esai-blognya, dalam sejarah, manusia mengenal dua sosok tragis: Socrates dan Yesus Kristus.  Socrates dikekalkan Platon sebagai orang yang rela memanggul kematian demi mempertahankan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Dan Yesus dalam sejarah Kekristenan adalah juru selamat yang mengorbankan dirinya demi menjamin keselamatan umatnya. Dua sosok tragis ini, baik melalui fiktif atau juga dalam sejarah, adalah dua narasi yang mengidealisasi suatu model kehidupan yang kontradiktif. Socrates pertama-tama mati demi kehidupan yang tak ia temukan di tengah kiprah masyarakatnya. Sedangkan Yesus, seperti diketahui, sosok yang mati memanggul salib sebagai protes terhadap dek...

Rendra dan Kota

W.S. Rendra Sastrawan berkebangsaan Indonesia Penyair yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak"ini, tahun 1967 mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta yang melahirkan seniman semisal Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi, dan lain-lain. Orang-orang miskin di jalan, Yang tinggal di dalam selokan, Yang kalah dalam pergulatan, Yang diledek oleh impian, Janganlah mereka ditinggalkan (W.S. Rendra) KOTA . Penggalan puisi Rendra di atas mungkin adalah ungkapan yang satire sekaligus sebuah sinisme. Yang miskin, yang di dalam selokan, yang kalah, yang diledek, adalah perantara untuk memahami kemiskinan, biar bagaimanapun adalah bagian sebelah dari tubuh masyarakat. Orang-orang kaya, tubuh sebelah lainnya, dalam puisi itu diingatkan Rendra: “janganlah mereka ditinggalkan.” Sampai di sini, kita mesti mengandaikan masyarakat adalah peristiwa interaktif tinimbang sebagai substansi satuan atomik. Itu artinya, masyarakat sebagai peristiwa interaktif mesti me...

Setelah Muhammad

Asghar Ali Engineer Seorang reformis-penulis dan aktivis sosial India  Dikenal secara internasional karena  karyanya tentang teologi pembebasan dalam Islam Barangkali dua hal ini agak jauh korelasinya: Rasulullah dan kapitalisme. Tapi, siapa pun yang menghayati sepak terjang kehidupan Nabi Muhammad  Saw., akan berkesimpulan: kelahiran dan keberadaannya adalah suatu momen revolusioner, dan kelak, memiliki dampak serius bagi sistem ekonomi masyarakat jahiliah tempat ia hidup. Bahkan, bukan saja bagi sistem sosial ekonomi, tapi seluruh sistem kehidupan manusia. Hingga kini. Ya, hidup Rasulullah adalah antitesa dari kapitalisme. Ide yang belakangan mensegregasi dan memarginalisasi umat manusia ke dalam kelas-kelas subordinat. Narasi hidup Rasulullah bukan sekadar kisah. Kisah hidup Rasulullah adalah narasi pertentangan. Sejak kecil ia sudah mendapat gelar As Siddiq, suatu kualitas kemanusiaan yang sulit didudukkan di dalam ide kapitalisme. Kejujuran...

Buku dan Mawas Diri

Rene Descartes  Matematikawan dan Filosof Prancis  Ditangannyalah Filsafat Modern lahir Dikenal dengan adagiumnya:  Cogito Ergu Sum “Aku Berpikir Maka Aku Ada BUKU. Ada petitih yang justru terlanjur sering diabaikan: book is a window of the world . Buku ibarat jendela dunia. Dikatakan di situ buku bukan sebagai ”pintu”, mengingat ”jendela” lebih mewakili kegiatan memandang daripada pintu yang menyiratkan suatu  ” jalan ”  kepada suatu ruang. Pintu di situ bermakna jalan atas sesuatu keputusan. Tapi, sebelum sebuah keputusan diambil, seseorang mesti memandang dengan cara menengok, melihat dengan teliti suatu keputusan. Dengan kata lain, seseorang mesti mengambil suatu titik mula melalui ”jendela” atau cara pandang tertentu. Di situ, kata jendela lebih mewakili sikap semacam kehati-hatian, kewaspadaan, dan kecermatan. Seperti sikap ”mencurigai” sebelum berhadapan dengan sesuatu. Ibarat sang pemilik rumah yang mencermati pendatang baru melalu...

Bagaimana Buku-Buku dihidupkan Kembali

Carlos María Domínguez.  Penulis dan jurnalis Argentina.  Ia dikenal salah satunya dari noveletnya “Rumah Kertas”. KADANG saya terkesima melihat pose foto orang-orang yang sedang membaca buku. Melihat itu, sepertinya khotbah-khotbah agama masa kini tidak lagi dibutuhkan.  Nampaknya dengan cara foto seperti itu, semua orang diam-diam sedang bergabung dalam persekutuan suci untuk membuat dunia jauh lebih baik. Dengan foto-foto itu, saya seperti diberikan harapan generasi masa mendatang tidak akan cepat punah hanya dengan kebodohan yang berpangkal dari debat soal jumlah massa dalam suatu pagelaran politik baris-berbaris berkedok agama. Bukankah itu suatu kemajuan mengingat kita jarang menemukan penulis-penulis yang kita baca tulisannya, kecurian dijepret kamera sedang membaca buku. Mana ada penulis buku mau diambil atau mengambil gambarnya sedang membaca buku! Paling-paling yang kita temukan pose mereka yang sedang merokok, atau menyesap secangkir kopi...
TEKNOLOGI.    Eike lupa apa judul film yang diputar kala itu. Tapi garis besar ceritanya masih eike ingat: tentang kehidupan manusia yang dimanja kemajuan teknologi, hingga urusan makan si manusia tinggal duduk bersandar di atas kursi dilengkapi alat menyerupai tangan manusia untuk menyuapinya. Kepada lain-lain, persis seperti saat makan, sang manusia hanya duduk di atas kursi canggihnya dan membiarkan robot-robot dan perangkat mutakhir mengurusi segala urusan yang sebenarnya bisa dilakukan manusia itu sendiri. Di film itu, dihubungkan dengan panel-panel di bawah kursi, kehidupan manusia diserahkan sepenuhnya kepada mesin-mesin canggih.  Film itu, dengan gampang, adalah potret atas fenomena abad milenial ketika kemajuan teknologi menyeroboti sisi praktis masyarakat.  Tapi, juga sebenarnya adalah sisi kognitif manusia. Di film itu nyaris tak ada tenaga manusia yang dikeluarkan, selain dari pada kemampuan menekan tombol-tombol untuk mengaktifkan mesin-mes...

Meneroka Tutur Jiwa

--Apresiasi Kritis atas buku Tutur Jiwa karangan Sulhan Yusuf Tutur Jiwa Pertama, pendakuan Alwy Rachman berkaitan dengan penamaan bentuk dan gaya kepenulian dalam buku terbaru Sulhan Yusuf “Tutur Jiwa” yang disebutnya “literasi paragraf tunggal” nyatanya tidak memberikan signifikansi apa-apa selain –menurut hemat penulis- hanya untuk membedakannya dengan bentuk atau gaya kepenulisan lainnya. Dengan kata lain, penamaan ini hanya berupa hipotesis akibat belum teruji melalui pelbagai forum pembicaraan selain daripada penilaian sepihak Alwy Rachman. Kedua, walaupun demikian, “Tutur Jiwa” dapat diteroka bukan saja dari sekadar perilaku tulis paragraf tunggalnya, melainkan sisi lain berupa gaya kepenulisan epigram yang berisikan nasihat, petunjuk dan petuah-petuah untuk melakukan hal-hal yang dianggap baik. Eike berusaha berhati-hati memberikan pegamatan terhadap buku Tutur Jiwa karangan Sulhan Yusuf. Pertama soal objektifitas. Kedua, eike harus menempuh semacam jalan ...