---Catatan atas buku Anging Mammiri, Jejak Makassar Tempo Dulu; karangan Abdul Rasyid Idris Seorang yang menulis sejarah pasti tahu, ingatan adalah suatu yang mudah menguap. Begitu pendakuan Goenawan Mohammad di salah satu esainya di tahun 2012. Karena itulah, sejarah mesti diabadikan. Ditulis dan diriwayatkan. Mirip origami, ingatan sangat mudah dibentuk, disusun, dibelokkan, atau bahkan silap dihimpit memori yang lain. Tapi, Abdul Rasyid Idris dalam Anging Mammiri tidak sedang menulis sejarah. Melalui literasi kenangan, Abdul Rasyid hanya sedang melahirkan saudara kembar sejarah. Sebagaimana pendakuan Alwy Rachman di pengantar buku ini, Abdul Rasyid bukan dalam kapasitas menandingi sejarah Makassar sebagai kota, melainkan berusaha melahirkan kembali suatu peristiwa subjektif di era kekinian melalui kekuatan ingatan. Ingatan, dalam Anging Mammiri memang adalah kekuatan yang sebenarnya, yang berada di balik 76 esai Abdul Rasyid Idris. Sebagaiman...