Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

catatan kelas menulis PI, pekan 17

Menulis tanpa melibatkan pengalaman langsung adalah pekerjaan yang mengandung resiko. Bisa jadi apa yang ditulis akan mengadangada. Tapi apa boleh dibilang, pekerjaan rutin tiap akhir pekan yang mau merekam kejadian seputar KLPI harus tetap dilakukan. Makanya, dengan mengambil resiko yang bisa saja tidak sesuai fakta, tulisan ini dibuat. Kelas menulis PI pekan 17 hanya dihadiri segelintir orang. Ini gejala yang sudah terjadi di hampir dua bulan belakangan. Soal ini, laporanlaporan di tulisan sebelumnya sudah sering mengulasnya, terutama catatan pekan kemarin. Soal ini semua yang terlibat di kelas menulis PI tahu situasinya. Juga bagaimana harus menyelesaikannya. Tulisan ini hanya dipusatkan dari laporan kawankawan, terutama soal Vivi yang sudah menulis esai, yang sebelumnya lebih sering membawa cerpen. Mauliah Mulkin yang menulis memoar kepada ayahanda atas wafatnya 16 tahun silam. Muhajir yang mengangkat fenomena tetangganya yang sering membakar lilin merah di belakang ruma...

takhayul dan komunisme

Comte menandai masa teologik-metafisik sebagai rentang sejarah manusia yang bergerak oleh kekuatan mitos dan takhayul. Dua kekuatan ini adalah cara manusia bertahan hidup dari semesta alam yang asing. Di masa ini, keyakinan jika manusia menghadapi hambatanhambatan dalam kehidupan, mampu diselesaikan dewadewi seperti yang diyakini dalam mitos. Bagi masyarakat prarasional, mitos dan takhayul dipakai sebagai perangkat pengetahuan untuk menjadi pegangan hidupnya. Tapi, kesadaran berkembang. Mitos dan takhayul akhirnya digantikan dengan ilmu pengetahuan. August Comte menyebut masa ini zaman keemasan. Ilmu pengetahuan menjadi ratu peradaban. Berbeda dari dua masa sebelumnya, hal ihwal yang belum terjelaskan selama manusia hidup ternyata bisa dipecahkan oleh sains. Akibatnya, kata Comte, di zaman ini segala hal berbau teologis dan metafisis akan dihapus ilmu pengetahuan. Sainslah keyakinan baru masyarakat positivis. Prediksi Bapak Sosiologi Barat itu bisa benar bisa tidak. Masyara...

catatan kelas menulis PI, pekan 16

“Saya merasa kemampuan menulisku tidak berkembang,” ucap Jusna sambil memperlihatkan mukanya yang memelas. Di kelas, Jusna membawa tulisan tentang perempuan. Tema yang selama ini dia lakoni. Dari tulisannya itu, dia menemukan suatu pemahaman bahwa dia sulit membuat tulisannya menukik kepada soalsoal konkrit. Keluhnya, selama ini dia merasa tulisannya hanya mampu menyasar kepada soalsoal yang umum tentang perempuan. Dia merasa yang umum terlampau sering ia tuliskan. Jusna bilang, dia perlu sudut pandang baru. Dia ingin tulisannya tidak seperti biasanya, tulisannya yang generalis. Problem Jusna hakikatnya adalah masalah kolektif. Yang ia alami sesungguhnya, kalau tidak salah terka adalah pasal yang sering kali bikin kawankawan kelimpungan. Bagaimana menulis dengan tema yang sama tapi punya kebaruan di dalamnya? Bagaimana mendeskripsikan suatu soal yang sering kali umum tapi ingin menunjukkan sudut pandang yang berlainan? Atau bagaimana mengolah tematema general menjadi tematema k...

Pramoedya Ananta Toer dan Kaum Pelajar

Ada perkataan Pramoedya Ananta Toer yang masyhur jadi kutipan: “seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”.  Perkataan ini kalau tidak salah muncul di  Bumi Manusia , sekuel pertama dari empat novel yang akbar disebut Tetralogi Buru. Sulit menduga apa motif Pram mengucapkan demikian, tapi memang tanpa pikiran yang adil, suatu kehidupan justru bisa berubah semenamena. Hampir seluruh hidup Pram sesungguhnya "tumbal" dari tatanan yang tidak adil. Indonesia yang disebutnya suatu bangsa yang telah ia sumbangkan segalanya, tak seperti yang dia harapkan dari kaum yang ia sebut “seorang terpelajar”. Pengalamannya selama hidup di bawah kolong Indonesia, yang bertindak semenaena terhadap dirinya –juga orangorang sepertinya, menganggap bahwa negara bisa menjadi medium jahat kalau keadilan tidak bekerja sebaikbaiknya. Dan memang negara seperti yang ia alami adalah suatu simpul yang  memangkas habis keadilan. Lantas siapakah...

catatan kelas menulis PI, pekan 15

Kelas dimulai dengan suara abaaba Hajir, itu tanda forum dibuka. Setelah mengucap beberapa kata, orang pertama yang membacakan tulisannya adalah Asran Salam. “Cinta Seorang Kierkegaard,” begitu Asran Salam mengucapkan judul tulisannya. Agak lama ia mengeja tulisannya. Sekira hampir sepuluh menit. Setelah itu, satu persatu mata mempelototi naskah yang dibagikannya. Hal ini adalah kebiasaan yang sudah jadi mekanisme menggeledah tulisan. Siapa pun punya tulisan akan tetap dilucuti satusatu , entah itu soal EYD, kelogisan gagasan, keterhubungan kalimat, atau bahkan sampai soal gaya tulisan. Tulisan Asran Salam kalau dibaca adalah esai yang menyorot sisi manusiawi filsuf eksistensialis asal Denmark: cinta. Di moment kritikal ini, ada pertanyaan yang sempat diajukan Sulhan Yusuf. Kalau tidak silap ingat adalah apakah Kierkegaard juga mengadaptasikan pandangan filsafat eksistensialisnya di saat lagi kasmaran. Dalam tulisan Asran Salam, kasmaran filsuf ini melibatkan seorang perempu...

waktu dan pram

Sudah semenjak terakhir kali membaca  Cantik Itu Luka , saya agak ragu mau membaca novel yang bejibun pagina. Agaknya, kekhawatiran ini ditenggarai ketidaksanggupan melumat habis bacaan. Ini makin krusial, karena di situ soalnya ada yang genting: waktu akhirnya jadi medan yang tak lagi bulat. Waktu jadi semacam garis putusputus, tak lengkap. Saya selalu meyakini, membaca bukan saja peristiwa kesadaran yang mau masuk terlibat dalam dunia teks dengan segala kemungkinannya, melainkan di situ ada medan waktu yang jadi ukuran panjang pendeknya kesadaran yang ikut di dalamnya. Membaca dengan arti ini sederhana, suatu keadaan yang mau membangun pemahaman dengan teks sekaligus juga ingin bersetia di dalam bulatan waktu. Karena itulah kalau melihat buku yang tebaltebal, suatu kesadaran bakal menjadi ciut. Kiwari, di dalam kesadaran saya, waktu bukan lagi pengalaman semacam garis lengkung lingkaran, suatu horison yang tanpa pangkal dan ujung. Waktu yang bulat adalah waktu yang tid...