Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

tulisan pendek

Sepertinya setelah dipikirpikir, saya ternyata punya kecenderungan yang lemah ketika ingin menulis tulisan panjang berbasis riset. Pasalnya saya tidak punya bekal kemampuan meneliti lengkap dengan perangkat metodeloginya. Apalagi ketika saya harus berlamalama di lapangan untuk mengumpulkan data. Dan yang paling miris adalah kemampuan saya yang lemah dan sekaligus tak punya banyak daya ketika mengakses literatur yang dibutuhkan. Intinya kemampuan literasi saya sungguh memalukan. Selama ini ketika menulis, hampir semua tulisan saya (kalau itu disebut tulisan) merupakan semacam tulisan yang tak banyak bobot intelektualnya. Selama ini kalau saya menulis, itu hanya berupa pikiranpikiran lepas yang diolah tanpa memikirkan relevansinya terhadap benar salahnya informasi yang saya tuliskan. Apalagi kemampuan saya menulis selama ini hanya mampu menulis sebanyak tidak lebih dari seribu karakter. Itu saya sadari ketika saya melihat kembali filefile tulisan saya selama ini. Hampir semua...

Strategi Menjadi Tolol

Yang paling mengenakkan tinggal di rumah sendiri adalah saya punya banyak waktu untuk bermalasmalasan. Tidak ada beban kepada siapa pun.Rumah, rumah sendiri—orang tua. Apalagi ketika itu dilakukan sambil menonton tv. Biasanya itu saya lakukan di atas sofa. Sambil tidurtiduran santai menghadap tv seperti pemilik perusahaan super kaya. Lazy time, itulah yang saya pikirkan. Ketika sudah di depan tv, biasanya waktu hanya konsep tak bermakna. Di depan tv, saya bisa lama mencatmencet berganti frekuensi siaran sampai menemukan siaran yang enak ditonton. Di rumah, kami berlangganan tv kabel. Dulu ketika SMP, belum banyak rumah menggunakan layanan tv kabel. Bahkan sebenarnya belum ada yang disebut tv kabel saat itu. Ratarata para tetangga banyak menggunakan reciever yang harus pontangpanting memutar parabolanya untuk menemukan siaran pilihan. Akibat di rumah tak punya siaran apaapa, maka setiap ingin menonton film kesukaan, saya harus menumpang ke rumah sepupu demi melihat gambar berg...

selamat natal temanteman kecilku

Ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, akhir Desember merupakan waktu yang sangat menyenangkan. Pasalnya dua hal; 25 Desember adalah hari natal, dan akhir Desember merupakan harihari menjelang tahun baru. Saya masih ingat betapa tekunnya saya di hadapan layar kaca menonton filmfilm kartun ketika hari libur. Tapi, sesungguhnya, yang paling berkesan tentu di tanggal 25 nanti, ketika saya berpakaian rapi, sehabis magrib, pergi mengunjungi rumah teman bermain yang merayakan hari natal. Memang waktu itu saya banyak memiliki temanteman yang beragama Nasrani. Bahkan di tempat tinggal saya, mayoritas penduduknya adalah Nasrani. Sehingga hampir bisa dikatakan, penduduk muslim sekitar mukim saya hanya bisa dihitung jari. Nasrani di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur tempat saya tinggal waktu itu (bahkan sampai sekarang), memang merupakan agama mayoritas. Jadi bisa dibayangkan betapa meriahnya natal di waktu itu. Hampir setiap tempat banyak dipadati pernak pernik natal....

Manifesto Komunis

”Kaum proletar tidak akan kehilangan apa pun kecuali belenggu mereka. Mereka punya satu dunia untuk dimenangkan. Kaum proletar semua negeri, bersatulah.” (Karl Marx dan Friedrich Engels). MEMBACA Manifesto Komunis sebenarnya membaca keresahan yang muram. Terkadang orang-orang dibuat takzim sekaligus curiga. Tapi, tidak sedikit yang membacanya justru dengan nada optimis sekaligus melihatnya sebagai tulisan yang mengandung azimat. Syahdan, azimat itu sudah didengungkan dan ditutup dengan kalimat ”kaum proletar semua negeri, bersatulah.” Begitulah, tulisan itu mulai ditulis di akhir Desember 1847 sampai Januari 1848. Alinea terakhir manifesto komunis itu, akhirnya menyedot banyak mata, terutama kaum yang disebut-sebut di dokumen itu. Yang namanya manifesto pasti suara yang mendesak. Di situ, saat Marx dan Engels mengucapkan dengan bulat, suatu dunia telah dibayangkan. Suatu momen sejarah yang harus direbut dari belenggu. Suatu tatanan yang mereka katakan untuk dimenang...

Ammatoa

“Jagai lino lollong bonena, kammayatompa langika, rupa taua siagang boronga” Bohe itu punya badan gemuk dengan lipatan daging yang tebal di leher dan perutnya. Kulitnya cokelat sawo terang. Ia duduk bersila menggunakan sarung hitam khas Kajang. Ia pakai  passapu , kain kepala khusus lakilaki Kajang. Tapi yang ia pakai berbeda. Ia seorang pemimpin. Makanya ada dua pucuk di  passapunya . Dari sebelah jendela ia duduk, nampak mukanya yang bundar diterpa angin siang. Ia pria 70 tahun yang bermuka khas dengan tahi lalat hampir di seluruh mukanya. Ketika berbicara, tahi lalat itu bergerakgerak dengan bibir yang selalu melempar senyum. Pria lebih setengah abad itu seorang Ammatoa. Begitulah ia dipanggil. Ammatoa duduk di atas tampin ketika saya masuk ke mukimnya. Rumahnya hanya berupa tiga ruangan dengan satu tempat utama untuk menerima tamu. Di ruangan itu juga, di sebelah kirinya, tanpa sekat adalah dapur. Di situ ada istrinya. Saat masuk, saya langsung...

Kawan Lama

Bertemu kawan lama itu seperti peristiwa yang anti sejarah. Apalagi tak banyak kenangan yang tersimpan. Tapi, ketika kita duduk bersama dan membincang hal yang tak dipikirkan sebelumnya, kita dipaksa untuk ditawan kenangan yang tibatiba muncul bagai matahari dan tenggelam sebelum sinarnya hilang di balik punggung lautan. Kawan lama ketika bertemu begitu saja, akan sulit untuk mengambil satu topik yang menyenangkan untuk dibicarakan. Apalagi ingin mendahului pertanyaan seperti dilakukan kepada kekasih. Terpaksa yang dibicarakan adalah masamasa ketika pernah bersama, saat sepulang sekolah berpanaspanas ria jalan kaki menuju rumah. Atau saat di tiap sore menghampar di tanah lapang bermain sepak bola sampai magrib tiba. Tapi yang paling mengejutkan adalah cerita tentang orangorang di masa lalu, yang tak tahu lagi bagaimana ukuran badannya sekarang, seperti apa bentuk mukanya, sudah seperti apa pekerjaannya sekarang, menjadi orang asing yang kita tanyakan. Di saat itu, tibatiba ...

waktu kolektif

Modernisme memang mengubah banyak hal. Salah satunya adalah waktu kolektif. Dewasa ini, betapa langkanya waktu bersama yang dipunyai. Hilangnya waktu bersama adalah penanda bagaimana kejamnya modernisme mencuri yang “intim” dari ikatan sosial. Akibatnya, manusia jadi orangorang yang antisosial dan pelit kasih sayang. Selanjutnya, kita lupa bahwa ada yang disebut teman, sahabat, karib, dan sanak keluarga, tempat kita berbagi perhatian dan kasih sayang. Waktu  kolektif  menjadi langka terutama karena makin beragamnya kesibukan dan kepentingan, sementara itu waktu begitu terbatas. Anthony Giddens  mendaku modernitas telah membelah ruang dan waktu, sehingga orangorang sangat sulit berada pada satu momen yang sama. Sementara itu, semakin canggihnya alat informasi membuat orangorang semakin terpecah satu sama lain. Di kehidupan rumah tangga, misalnya, tak menjamin kedekatan fisik berarti juga terjalin keintiman emosional di dalamnya . Berkumpulnya sanak keluarga dala...

Pemilukada

Hari ini 9 Desember, di beberapa tempat, orangorang sedang pesta demokrasi. Umumnya pesta demokrasi, mereka datang dengan riang, dan kemudian akhirnya masuk ke bilik suara. Di situ, di tengah bilik berbentuk kotak, merupakan tempat yang paling rahasia. Di dalam kotak itu, dengan hati yang mantap, sepasang calon akan dipilih. Di ujung paku mereka, akhirnya sepasang muka dicoblos. Kenal atau tidak, telah tunai hak sebagai warga negara yang baik. Proses yang tak sampai lima menit itu, kita sebut demokrasi. Walaupun kita tahu bahwa demokrasi tak bisa diartikan sebagai momentum lima menit belaka. Pasca lima menit itu, suatu pemerintahan bakal lama duduk sebagai yang mulia. Lima tahun lamanya. Justru selama lima tahun itulah demokrasi yang sebenarnya berlangsung. Proses panjang lima tahun nanti, agaknya suatu masa yang riskan. Orangorang boleh memasang pilihan selama lima menit di bilik suara, tapi bertanggung jawab selama lima tahun dari suatu pilihan agaknya tak bakal ban...

Filsafat itu Dialog

Santo Thomas Aquinas  Frater Dominikan Italia. Imam Katolik, dan Doktor Gereja (Pujangga Gereja). Ia juga adalah teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam tradisi skolastisisme.  Thomas Aquinas juga dikenal karena memadukan ajaran kristiani dengan filsafat Aristotelian.  Karya-karyanya yang paling dikenal adalah Summa Theologiae dan Summa contra Gentiles FILSAFAT sebetulnya adalah dialog. Jadi bukan sekadar aktifitas monologis untuk merenungkan suatu segala, tapi peristiwa dua arah untuk mempercakapkan segala ihwal.  Filsafat sebagai dialog bekerja di dua lapisan sekaligus; intrapersonal dan interpersonal. Di tingkatan pertama, filsafat bergelut dengan "aku yang berkesadaran" di dalam kesadaran itu sendiri, sementara di tingkatan kedua, "aku yang berkesadaran" dengan aku yang lain di luar dirinya. Tingkatan pertama, filsafat dimulai dari permenungan mendalam, sedangkan di lapisan kedua, filsafat bekerja dengan percakapan antara dua subj...