Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Membaca Eka Kurniawan

Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimp i NAMA Eka Kurniawan kali pertama saya temukan melalui salah satu blog di dunia maya. Bisa dibilang, dari blog itu pertama kali saya mengenal sastrawan yang berkacamata ini. Dari blog itu juga saya bisa tahu ternyata Eka Kurniawan seorang satrawan yang sedang naik daun.   Saya melihat dari blog yang sama, salah satu bukunya;  Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi . Saat itu, disertai tulisan yang mengulas karyanya ini, blog itu berhasil membuat saya penasaran untuk membaca karya-karyanya. Sebenarnya, nama Eka Kurniawan tak begitu saya ketahui. Selain saya bukan pembaca karangan sastra yang baik, saya juga tidak banyak bersentuhan dengan perkembangan diskursus sastra. Tapi melalui blog yang saya baca, akhirnya saya bisa mengetahui bahwa Eka ternyata punya situs pribadi. Dari website itulah saya berusaha berkenalan dengan Eka melalui tulisan-tulisannya. ...

Mengapa Sastra

Akhirakhir ini saya senang membaca karangankarangan sastra, terutama ceritacerita pendek. Membaca cerpen merupakan kesenangan baru saya untuk memahami sastra. Sebab itulah akhirnya saya mencari bukubuku cerita pendek karangan sastrawan yang saya ketahui. Tujuan saya membaca ceritacerita pendek sebenarnya didasari oleh pertimbangan untuk mengelak dari bukubuku yang mengandung unsur ilmiah. Bukubuku semacam itu, belakangan ini memang saya hindari, selain karena secara konseptual bukubuku semacam itu membuat saya jenuh, tetapi juga bukubuku yang mengandung konstruksi teoritis seringkali tak banyak menggamit unsurunsur yang lebih humanis; ironi. Ironi, suatu keadaan yang kerap muncul dalam karya sastra, misalnya ceritacerita pendek, adalah suatu anasir yang membuat saya bisa mengerti bahwa di dalam suatu bulatan nasib umat manusia, hidup tak selalu bisa dimengerti. Melalui ironi, ada halhal yang tak bisa serta merta bersih dan jernih tanpa cacat, sehingga ada suatu yang mesti kita ...

madah limapuluhtiga

Namun aku tak bisa menghakimi situasiku sendiri; aku telah menghabiskan sebagian besar hidupku menantang keabadian dan karena itu aku tak mengerti apaapa. Aku tak kehilangan apaapa: meski banyak hal seharusnya kurindukan, seperti rasa  manzanilla  atau waktu yang kuhabiskan berenang di sungai kecil di dekat Cadis saat musim panas tiba- sayangnya kematian telah mengeruhkan segalanya. Seperti itulah Sartre menulis bait dalam cerita pendeknya, The Wall. Cerita pendek yang diterbitkan di 1933. Ungkapan itu  adalah ungkapan Ibbieta, salah satu tokoh yang genting menghadapi waktu ekseskusi kematiannya. Ibbieta tak sendiri, ia bersama dua tokoh lainnya yang mengalami hal yang sama untuk ditembak mati; Juan dan Tom. Diceritakan di sana, baik Ibietta, Juan dan Tom adalah tahanan yang tanpa melalui peradilan harus menerima keputusan eksekusi mati. Kesalahannya masingmasing adalah menyembunyikan tokoh pemberontak, terlibat gerakan subversif  dan merupakan bagian keluarga...