PANDEMI corona, selama lebih
sebulan ini, diterima tidak diterima, berhasil mendesak manusia mengurung diri
sampai ke pertahanan terakhirnya. Perkumpulan banyak orang di pasar, kantor,
masjid, terminal, sekolah, warung kopi, dlsb., dipecah menjadi satuan atomik
terpisah-pisah sampai ke rumah-rumah.
Di tempat inilah, semua pekerjaan
yang sering dilakukan di luar mesti diambil alih dari rumah. Mendadak rumah
jadi kantor, rumah jadi sekolah, dan rumah jadi tempat ibadah. Singkatnya,
pandemi corona telah mengurai seluruh aktivitas kepublikan menjadi sebatas
wilayah domestik.
Menarik sebenarnya melihat gejala
ini dari sisi seperti apa masyarakat merespon perubahan mendadak ini. Di
samping struktur ekonomi, politik, dan budaya ikut berubah, struktur agama juga
mau tidak mau ikut berubah.
Fenomena ditutupnya masjid,
berhentinya pengajian, nonaktifnya salat berjamaah, berkurangnya kas masjid,
sampai menganggurnya imam memimpin salat, merupakan dampak langsung dari
masifnya penyebaran corona.
Tulisan sederhana ini, ingin
melihat peluang berharga apa yang bisa diambil dari ujian yang dihadapi dunia
saat ini, terutama bagi umat Islam di tanah air.
1. Kembali merefleksikan yang sakral
Emile Durkheim, sosiolog Prancis
dalam bukunya The Elementary Forms of Religious Life menulis inti seluruh agama
berasal dari konsep sederhana tentang apa yang sakral dan yang tidak sakral.
Prinsip sakral tidak sakral ini
merupakan ejawantah dari apa yang suci dan tidak suci. Tuhan suci maka ia
sakral, malaikat suci maka ia sakral, nabi itu suci maka ia sakral. Konsep
semacam ini, juga berlaku pada praktik-praktik peribadatan. Salat itu sakral
karena ia ibadah yang suci. Itu sebabnya, bukan saja salat, setiap ingin
melakukan peribadatan umat muslim wajib sebelumnya bersuci.
Jika, ada pertanyaan apakah salat
di rumah mengurangi kadar kesakralannya dibanding salat berjamaah di masjid?
Jika berdoa selain di masjid apakah mengurangi kadar pahalanya? Jika bersedekah
di masjid akan sama jika itu dilakukan di tempat-tempat lain?
Selama salat, berdoa, dan
bersedekah masih bisa dilakukan di rumah, semua usaha itu insya Allah tidak
mengurangi kadar kesakralannya. Salat berjamaah di masjid meski penting, itu
bisa disebut cara atau pakem tradisi. Berdoa di rumah Allah meski dianjurkan,
merupakan kebiasaan baik yang tidak ada salahnya dapat dilakukan di banyak
tempat. Bersedekah apa lagi, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Makna physical distancing, dengan
melihat kenyataan di atas, dapat berfungsi sebagai wahana refleksi untuk
memikirkan ulang apa sebenarnya yang kita harapkan dari cara kita beragama hari
ini. Apakah kita beragama hari ini hanya sekadar mengejar ”tradisi” atau ”inti
agamanya” itu sendiri?
2. Kemungkinan melakukan refleksi
untuk hidup otentik
Hidup otentik adalah hidup jujur.
Hidup sesuai kata hati, atau hidup atas dasar pilihan otonom sebagai mahkluk
berkesadaran.
Kiwari, karena desakan publik,
banyak orang hidup dengan kepalsuan. Banyak orang menjalani kehidupannya bukan
atas dasar usulan-usulan kata hatinya, atau hasil pertimbangan akal budinya.
Atas dasar penampilan, banyak orang
melakukan oplas. Atas nama kekuasaan, tidak sedikit pemimpin bermain peran
baik. Atas nama kasih sayang, seorang suami pura-pura perhatian kepada
istrinya. Atas nama agama, si munafik berpura-pura taat beragama.
Singkatnya, atas kehendak
mayoritas, seseorang kehilangan suara hati dan akal sehatnya dalam menentukan
keputusan pribadinya.
Corona, toh jika ia mendatangkan
banyak kerugian, tetap saja menyimpan banyak hikmah. Salah satunya,
kedatangannya menyediakan peluang bagi kita dapat berpikir ulang mengenai
kepribadian kita.
Apakah selama ini setiap keputusan
saya ambil atas desakan banyak orang atau pertimbangan pribadi? Apakah selama ini saya bekerja untuk mencari harta
atau rizki? Apakah saya menikah atas dasar kasih sayang atau nafsu semata? Apakah
saya berbelanja demi kepuasan atau kebutuhan? Apakah saya beribadah agar
terlihat religius atau alim? Apakah selama ini saya telah menjadi diri sendiri?
3. Banyak waktu memperdalam ilmu agama
Selama masa physical distancing
banyak hal-hal kecil yang selama ini diabaikan dapat dilakukan. Jika selama
dalam kedaan ”normal” kadang kita lupa merawat bunga-bunga, membersihkan
gudang, menyervis kendaraan, dan merawat anak, di waktu sekaranglah momen yang
tepat untuk memerhatikan hal-hal ”sekunder” semacam itu.
Selain hal-hal di atas, sekaranglah
saat yang tepat agar Anda dapat kembali menyervis diri dengan memperdalam ilmu
agama. Jika selama ini banyak waktu habis karena pekerjaan, sudah saatnya Anda
mengambil buku di almari Anda. Buka dan bacalah tulisan-tulisan sekaliber
Quraish Shihab, Gusdur, atau Jalaluddin Rakhmat untuk merefresh kembali
pemahaman agama yang belakangan kian baku dan kaku.
Jika Anda ingin menukik lebih
dalam, baca dan kaji dengan penuh khidmat ayat-ayat suci Al Qur’an. Bacalah
dalam keadaan tartil yang jika sampai kepada ayat-ayat tentang neraka
seolah-olah Anda merasakan panasnya api neraka, dan jika tiba di ayat-ayat
tentang surga seakan-akan Anda ingin secepat mungkin berada di depan pintunya.
Wallahu a’lam bishawab.
4. Berkhidmat kepada keluarga
Harta yang paling berharga adalah
keluarga. Meski demikian, anehnya, bagi masyarakat pekerja, akibat kesibukan di
kantor membuat banyak waktu tersisa dari keluarga. Agak dilematis memang jika
mengingat tujuan akhir semua itu dilakukan demi keluarga juga.
Berhubung sekarang sebagian besar
pekerjaan dilakukan di rumah, Anda dapat lebih banyak waktu bersama keluarga.
Setelah Anda selesai meeting via online dan menutup laptop, segeralah cari Anak
anda. Peluk dan gendonglah ia seolah-olah itu sudah lama tidak Anda lakukan.
Ajak ia bermain di teras atau berlari-lari kecil tidak jauh dari halaman rumah
Anda.
Jika Anak anda sudah dewasa,
ajaklah ia bersama-sama memperbaiki mesin air yang rusak, atau mengajaknya naik
di loteng mencari genteng yang sudah seminggu bocor dan butuh dibetulkan.
Bagaimana dengan anak perempuan dan istri Anda? Segeralah memesan makanan via ojol, manjakan mereka dengan makanan yang sudah lama ingin mereka nikmati. Terutama istri Anda, jangan lupakan ia yang selama ini berjuang di ”belakang” demi menopang rumah tangga dapat terus berjalan. Yang terakhir ini jika dilewatkan akan panjang urusannya.
Bagaimana dengan anak perempuan dan istri Anda? Segeralah memesan makanan via ojol, manjakan mereka dengan makanan yang sudah lama ingin mereka nikmati. Terutama istri Anda, jangan lupakan ia yang selama ini berjuang di ”belakang” demi menopang rumah tangga dapat terus berjalan. Yang terakhir ini jika dilewatkan akan panjang urusannya.
5. Bersiap memasuki Ramadan
Kurang seminggu lagi umat muslim
bakal memasuki bulan suci Ramadan. Tahun ini, berkat corona, umat muslim akan
memasuki bulan puasa terberat dari biasanya. Meskipun demikian, bukan berarti
respon umat muslim atas ujian ini mengurangi semangat kita saat menjalani
ibadah puasa kelak. Bahkan semakin berat rintangannya, semakin besar pula nilai
ibadah yang bakal diraih.
Sejak Indonesia darurat corona,
tidak satu pun seantero negeri dibuat tenang hidupnya. Selain karena belum
ditemukan obat dan anti vaksinnya, karakteristik penyebaran virus yang super
cepat, serta semakin banyaknya korban berjatuhan membuat semua pihak merasa
was-was, resah, khawatir, dan takut. Seolah-olah virus corona bakal datang
mengetuk setiap pintu rumah
masing-masing kita. Mudah-mudahan tidak!
Sesungguhnya suatu cobaan tidak
bakal melebihi kapasitas orang yang sedang diuji. Di setiap kesulitan terdapat
kemudahan. Setiap ujian pasti ada hikmahnya.
Masih banyak lagi kalimat serupa
yang bisa dipetik dari Al Qur’an dan hadis, yang mengindikasikan bahwa apa yang
sedang melanda negeri ini merupakan ujian bagi kita semua, dan akan berakhir
dengan kualitas yang lebih baik.
Islam mengajarkan umatnya agar
senantiasa optimis dan tidak mudah menyerah. Seberat-beratnya ujian virus
corona, cepat atau lambat kita akan segera melaluinya. Satu hal yang pasti,
seluruh ujian ditimbulkan dari pandemi ini merupakan pelajaran berharga bagi
Ramadan nanti. Ia menjadi timbangan yang ikut menaikkan kualitas ibadah puasa
nanti. Selain usaha, tawakal adalah kuncinya. Berpasrah diri kepadaNya.