Al-Quds Sedunia: Momentum Kemanusiaan, Keberpihakan, dan Pembebasan Palestina


Poster ajakan Pembebasan Al-Quds


BULAN Ramadan adalah bulan  spiritualitas manusia, atau bulan yang memanusiakan manusia. Itu karena ditandai dengan dua momentum besar sejarah, yakni malam turunnya Al-Qur'an (lailatul qadr) dan malam  kesyahidan putra Ka'bah, sahabat utama sekaligus murid sejati Rasulullah Saw, Ali bin Abi Thalib Kw.

Malam lailatul qadr menjadi begitu penting karena di malam-malam itulah Al-Qur’an diturunkan ke muka bumi untuk hidayah dan juga menjadi al furqan (pemisah antara hak dan bathil) bagi umat manusia. Di malam-malam itu, dunia menjadi lebih tenang dan damai lantaran itu adalah satu-satunya momen bertemunya firman suci dengan sosok agung yang telah dipilih Tuhan untuk mengemban amanah membebaskan umat manusia dari penjara penindasan.

Itulah sebabnya, Al-Qur’an dan Rasulullah adalah dua kutub kompas kebenaran yang tidak bisa dipisahkan sama sekali.

Adapun kesyahidan Ali bin Abi Thalib, yang wafat di malam 21 Ramadan, juga menjadi penanda spiritualitas manusia untuk mengenal ketinggian jiwa manusia yang bersetia dengan prinsip Islam, dan kerendahan hasrat manusia yang dikendalikan tabiat ego yang diwakilkan sosok Abdurrahman Ibnu Muljam, pembunuh pilar keadilan Rasulullah Saw.

Di seputar kisah syahidnya Ali bin Abi Thalib Kw,  Ibnu Muljam adalah figur kontardiktifnya. Sosok Khawarij ini dikenal rajin mendirikan salat, fasih membaca Al-Qur’an, gigih berperang, dan mulutnya tiada kering dari menyebut asma Allah Swt.

Tapi, didorong ego keserakahan memonopoli kebenaran Islam,  hatinya yang dibakar hasrat berkuasa, rela membunuh Sang Putra Ka’bah di saat mendirikan salat Subuhnya.

Antara amiril mukminin Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Muljam, terbentang dua kutub yang saling bertolak belakang. Antara hak dan yang batil. Kebenaran dan kepalsuan.

Selain narasi Ramadan di atas, hakikatnya masih ada satu momentum yang mesti dikenal dunia yakni Hari Al-Quds Internasional.

Apa itu hari Al-Quds? Hari Al-Quds adalah momentum perlawanan pada hari Jumat terakhir bulan Ramadan untuk memantik kesadaran dan perhatian umat manusia menentang penjajahan Zionis Israel atas Palestina.

Hari Jum’at dipilih selain hari besar istimewa dalam Islam, juga merupakah hari kebiasaan pejuang, anak-anak muda, dan masyarakat Palestina turun ke jalan untuk menyuarakan hak-hak kemerdekaannya.

Sejarah hari Al-Quds ada kaitannya dengan pendudukan Palestina sejak awal tahun 1948. Di tahun ini, negara Israel berdiri pertama kalinya atas sokongan negara Inggris. Gerakan Zionisme akan lain ceritanya tanpa kebaikan hati Inggris. Inggris merealisasikan dukungannya sejak Deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Semenjak itu, Palestina tidak pernah lepas dari intaian kolonialisme Israel.

Sementara walaupun banyak mengalami agresi militer dan pendudukan, deklarasi kemerdekaan Palestina dilakukan pada 15 November 1988. Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Yasser Arafat di sidang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang kemudian terpilih sebagai Presiden pertama Palestina.

Walaupun begitu, pasca pendudukan Israel atas Palestina membuat wajah Timur Tengah berjalan di atas sejarah ketidakpastian. Semenjak itu, Palestina menjadi pusat perhatian mayoritas ulama sedunia. Banyak tubuh yang kehilangan nyawa, penduduk yang kehilangan mukimnya, orang tua yang ditinggal pergi anaknya, anak-anak yang menjadi yatim, dan sebuah negara yang dicuri kedaulatannya.

Tanda empati

Sudah semenjak awalnya hari Al-Quds diinisiasi untuk memantik empati kepada saudara-saudara jauh kita yang ada di Palestina. Palestina sampai hari ini adalah satu kawasan yang tidak berhenti bergejolak. Konflik berkepanjangan membuat penduduk Palestina sudah seperti ditakdirkan hidup bersisian dengan perang.

Debu, dentuman martir, reruntuhan genting rumah, dan tubuh yang sewaktu-waktu menjadi mayat adalah pemandangan sehari-hari. Palestina seperti akan dikisahkan hingga akhir nanti menjadi negeri yang timbul tenggelam di dalam gemuruh perang tanpa henti. 

Palestina adalah kata yang kelabu sekaligus sebaliknya. Ketika menyebut Palestina, berarti menunjuk suatu komunitas masyarakat yang disingkirkan dari ruang hidupnya; berarti mengacu kepada anak-anak yang putus sekolah; berarti tertuju kepada pemuda-pemuda yang kehilangan akses pekerjaan; berarti berhadapan dengan suatu realitas masyarakat yang mengalami diskrimanasi akut di semua dimensi kehidupannya.

Menyebut Palestina juga menandai perhatian kita untuk ikut merasakan penderitaan suatu bangsa yang dicabut hak asasinya. Ikut berempati sekaligus mencari cara agar mengerahkan selemah-lemahnya iman persaudaraan sesama manusia agar mengutuk penjajahan yang dialami Palestina.

Palestina dengan kata lain bukan sekadar teritori suatu negara, melainkan juga menandai keluasan jiwa manusia untuk mengenal kemana ia mengarahkan solidaritas kemanusiaannya.

Hikmah puasa

Kunci puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Dalam makna lain, puasa adalah jalan manusia untuk menegakkan kembali rasionalitas kemanusiaannya ketimbang diamuk hasrat rendah kebinatangan.
Puasa juga lebih dari itu, ia demikian berarti karena ingin memukul mundur hasrat kuasa manusia yang seringkali menjadi motivasi utama ketika bertindak. Ia bertujuan menetralisir dimensi tabiat libidinal manusia yang sudah demikian purba ini.

Puasa karena bertujuan mengembalikan kedudukan martabat dan harkat manusia dari penjajahan dan penguasaan ego kuasa, memiliki sumbangsih spiritual kepada hari Al-Quds yang dilaksanakan di akhir Ramadan.

Dengan kata lain, hikmah peringatan hari Al-Quds pada momen Ramadan berarti perlawanan terhadap seluruh bentuk kolonialisme yang digencarkan bangsa-bangsa penjajah.

Jika puasa diartikan sebagai wahana agar manusia memerangi hawa nafsunya, maka peringatan Al-Quds adalah saluran mengecam dan menolak penjajahan bangsa Israel atas Palestina; simbol antara keteladanan perlawanan bangsa terjajah kepada bangsa penjajahnya.

Syahdan, Al-Quds dapat dikatakan hari kebangkitan politik kemanusiaan untuk melegitimasi ibadah puasanya demi menunjukkan bukti keberpihakan atas prinsip Islam yang anti perbudakan.

Seruan kemanusiaan

Hanya dua bangsa yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia: Palestina dan Mesir.

Mengingat ini, Indonesia mempunyai warisan sejarah atas Palestina. Bahkan Soekarno pada tahun 1962 lantang bersuara bahwa, selama kemerdekaan tidak diberikan kepada orang-orang Palestina maka dalam waktu itu juga bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.

Sejarah panjang Palestina sama tuanya dengan munculnya agama-agama di dunia. Bahkan, tidak ada dataran tanah yang paling banyak melahirkan nabi-nabi dalam sejarah manusia selain Palestina. Di Palestina pula Nabi Muhammad saw. menandakan momentum peristiwa Isra Mikraj setelah akhirnya memindahkan arah kiblat umat Islam.

Singkatnya Palestina punya ikatan khusus dengan bangsa Indonesia apalagi umat Muslim. Tanpa Palestina, barangkali sejarah agama-agama dunia bakal berbeda sama sekali.

Oleh sebab itu, melalui tulisan sederhana ini, semoga menjadi pemantik kesadaran bagi siapa saja agar Ramadan kali ini ikut memberikan dukungan moril dan doa agar Palestina, sebagai suatu bangsa, sesegera mungkin merasakan kemerdekaan hakikinya.

Olehnya itu Hari Al-Quds  bukan milik umat Islam belaka, melainkan milik seluruh umat manusia. Hari Al-Quds sebagaimana makna puasa adalah hari pembebasan umat manusia dari perbudakan, perampasan, diskriminasi, embargo, penindasan, penjajahan, dan pendudukan dari bangsa penjajah seperi Israel.

Di awal tulisan ini sengaja dibuka dengan menyampir malam Lailatur Qadr dan Kesyahidan amiril mukminin Ali bin Abi Thalib, dengan maksud dua momen spiritual dan historis tersebut memiliki hubungan maknawi dan saling mengisi terhadap hari Al-Quds atau pembebasan Palestina.

Malam diturunkannya Al-Qur'an adalah malam penuh berkah, mati syahid seperti yang diraih Sayyidina Ali adalah kematian yang diberkahi Tuhan, dan Palestina, seperti diriwayatkan adalah tanah yang diberkahi Tuhan.

Sebagaimana maksud Allah memilih ada tempat-tempat yang diberkahi, benda-benda yang diberkahi, manusia-manusia yang diberkahi, dan tentu waktu-waktu yang juga diberkahi.

Mari serentak berharap berkah Ramadan dengan tiga momen di atas. Setelah meraih malam lailatul qadr dan menghayati makna kesyahidan amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, mari berdiri bersama demi Palestina mengutuk segala bentuk ketidakadilan Israel.