Kota yang kita lihat memang bisa
hilang, tapi sebaliknya, dalam ingatan, kenangan atas suatu kota --penduduknya,
gedung-gedungnya, pasarnya, lautnya, dlsb,-- jauh lebih bertahan, dan lebih
lekat sebagai suatu "sejarah" bagi generasi yang akan datang.
Itulah sebabnya, literasi
kenangan, entah terhadap suatu kota mesti menopang ingatan masyarakat yang
mudah silap oleh kesibukan dalam lipatan waktu. Terlebih lagi, kenangan yang
diliterasikan jauh lebih dahsyat dibanding "lisan kolektif"
yang hanya menjangkau jauh lebih kecil tinimbang literasi yang menghidupkan
kehidupan kolektif melalui karya tulis.
Kenangan ketika dia
diliterasikan, berarti perlawanan pertama terhadap ingatan yang berlahan
menjadi lapuk. Di tengah deru modernisme, ketika ingatan banyak diambil memori
buatan mesin-mesin canggih, literasi kenangan dengan bentuk karya tulis juga
berarti cara kita menghargai masa silam.
Akhirnya, siapa pun bisa melupa,
ingatan bisa silap, tapi siapa pun tidak akan bisa merdeka jika belum
sebelumnya memerdekakan masa lalunya melalui literasi kenangan.