cukur

Belakangan ini saya ingin bercukur. Rasarasanya rambut saya harus dibuat rapi. Ini akibat Jumat kemarin saya harus menghadapi ujian Tesis. Memang bukan kewajiban saat ujian akhir harus bercukur, tapi dengan rambut yang tertata rapi saat ujian meja bisa bikin rasa percaya diri jadi tumbuh. Tapi apa boleh dibilang, niat itu sampai sekarang tidak kesampaian. Rambut saya masih utuh belum dipotong. Masih seperti biasanya.

Omongomong soal cukur rambut, dulu, kala ingin memotong rambut, yang sering jadi “tukangnya” adalah Bapak saya sendiri. Kebiasaan ini sudah dimulai sejak sekolah dasar hingga masa SMA. Saat mencukur Bapak hanya punya satu gaya, yakni model potongan tentara. Saya tak tahu kenapa model itu yang sering dipilih Bapak, mungkin model seperti itu yang paling gampang dilakukan. Apalagi anak sekecil saya waktu itu tahu apa soal gaya rambut.

Kadang saya curiga, model yang bertahuntahun saya alami itu disebabkan dua hal. Pertama model belah samping itu akibat bentuk gaya sisir yang sering dilakukan Mamak kala sehabis memandikan saya sewaktu kecil.

Atau yang kedua bisa jadi ukuran kerapihan termasuk soal gaya rambut kala itu harus disesuaikan dengan etika militer yang kuat mendominasi hampir di semua dimensi kehidupan masyarakat. Yang terakhir ini malah kuat dugaan saya ada benarnya. Atau mungkin memang sebaliknya yang pertama. Entahlah.

Ingatan saya masih kuat minyak apa yang sering dipakaikan Mamak kala merapikan rambut saya. Warnanya mirip minyak goreng kehijauhijaun. Cair seperti air. Namanya minyak Orang Aring yang berwadah kaca. Minyak ini kalau dipakai bisa tahan seharian penuh. Bikin kilap dan licin. Kadang kalau pagi saya bangun, di bantal tidur saya masih tertera bekas minyak rambut ini. Minyak ini cara pakainya bisa bertahan lama akibat memang sangat irit pakainya. Cukup sekali duakali tuang sudah bisa menggenapi kepala saya kala itu.

Saat sekolah menengah pertama ada keinginan untuk memanjangkan rambut. Berbeda saat sekolah dasar, masa SMP adalah masa ajang diri, terutama soal rambut. Akibatnya, rambut saya biarkan tumbuh panjang. Ini saya lakukan agar bisa mengubah model yang semenjak SD terkesan monoton. Karena niat ingin bergaya, maka akhirnya saya harus meninggalkan minyak Orang Aring. Maklum minyak ini membuat rambut jadi mudah lunglai susah dibentuk.

Ada istilah rambut saya adalah jenis rambut air. Istilah ini kala itu merujuk kepada rambut yang lurus dan mudah jatuh terurai. Kelebihan rambut jenis ini mudah dibentuk sesuai dengan kemauan dengan syarat sedikit menambah minyak rambut yang agak kaku. Jadi biar sepanjang apapun jika ditambah minyak semacam Tancho, rambut jenis ini akan memberikan bentuk sesuai selera yang dimaui.

Semenjak menyadari bahwa minyak rambut merk Brisk bukan minyak yang tepat, maka untuk mendapatkan rambut yang tidak mudah berubah akibat angin, saya mulai mencari jenis minyak rambut yang super kaku. Pencarian ini berlangsung lama akibat riset kecilkecilan yang saya lakukan.

Tentu riset ini adalah percobaan minyak rambut sebagai bahannya, mana yang bisa membuat rambut tak mudah bergeser seinci pun. Kala itu Brisk yang sering kali meleleh jika terkena hujan sudah saya keluarkan dari percobaan. Merk ini jika terkena hujan malah luntur seperti cat yang berwarna putih. Merk ini saya blacklist sesegera mungkin.

Percobaan saya ini selain melakukannya sendiri juga melibatkan kawankawan yang berniat sama dengan saya. Kadang jika melihat rambut kawan saya yang tak berubah dari pagi hingga sepulang sekolah maka pertanyaan saya adalah apa merk minyak rambut yang dipakai.

Dari berbagai macam informan maka ditemukanlah beberapa merk saat itu: Casablanca, Tancho, Casanova, dan juga Brisk. Yang terakhir ini saya maklum. Kawankawan saya memakainya bukan untuk membuat rambut tampak kaku, jutru hanya mau mendapatkan efek mengkilat kala memakainya.

Makanya pasca riset sederhana yang dilakukan, hampir semua merk yang disebutkan sudah semuanya saya uji secara langsung. Namun aneh, semuanya siasia tidak membuat rambut saya tampak “tegar” diterpa angin. Karena belum menemukan hasil, akhirnya riset buat membuat rambut jadi kaku terus saya lakukan.

Hingga suatu waktu jawaban yang saya nantinantikan datang dari sobat saya: Amir Barata. Perlu diketahui hobi kami sepulang sekolah sering kali dihabiskan di permandian umum bernama Oeba. Di sana ada kolam mata air dua petak berukuran panjang sekira sepuluh meter. Permandian ini selain tempat anakanak seusia kami berenang ria juga ditempati ibuibu mencuci pakaian. Oeba adalah kolam mata air yang betulbetul menyenangkan.


Kadang di Oeba kami berenang sampai sore. Bahkan saya pintar dan lincah berenang di kolam yang jernih ini. Yang aneh kala itu sehabis berenang rambut Amir masih kaku seperti sedia kala. Walaupun sudah berubah acakacakan, tetap saja minyak rambut yang dipakainya masih menempel kuat dan kinclong.

Karena niat saya kuat untuk mendapatkan rambut yang kaku, pertanyaan yang sama saya ajukan juga: minyak rambut jenis apa yang dipakainya? Kala itu jawaban Amir adalah Rivon, merk minyak rambut yang kala itu baru pertama kali saya dengar namanya.

Setelah ditunjukkan penampakan minyak rambutnya, maka saya mulai mencari minyak rambut yang bahannya mirip oli beku itu. Warnanya kuning seperti minyak Bimoli, baunya tidak menyengat seperti Tancho. Tapi masyaallah, ketika dipakai rambut susah disisir lantaran kaku dan kerasnya.

Karena itulah ketika memakai Rivon saya tidak pernah menggunakan sisir lagi. Saat itu cukup diatur dengan jari tangan saja. Dan hasilnya menakjubkan, rambut saya bisa bertahan lama dengan gaya rambut yang dibuat mirip Elvis Presley. Akhirnya, tak disangkasangka Rivon adalah jawaban yang saya caricari. Solusi yang membahagiakan.

Namun akibat rambut yang dibiarkan panjang bukan berarti tidak ada masalah menghadang. Angin yang kerap mengganggu ketika naik bemo adalah musuh utama. Walaupun minyak Rivon memberikan efek keras dan kaku, tetap saja angin dengan kecepatan bemo yang dibiarkan jendelanya terbuka harus dihindari.

Biar bagaimana pun rasa waswas harus tetap dijaga. Rambut yang kinclong dan terjaga modelnya adalah segalanya. Makanya ketika naik bemo, tempat idaman yang saya sukai adalah kursi paling sudut dan paling belakang. Di situ saya bisa bebas menghindari angin yang masuk dari jendela yang kadang dibiarkan terbuka lebar.

Masalah yang kedua adalah soal yang paling sulit dihindari, yakni kemauan Bapak ketika melihat rambut saya tumbuh lebat dan panjang. Kalau datang perintah ini maka berbagai cara saya lakukan. Mulai dari jarang tinggal di rumah sampai merengek agar rambut tidak jadi dipotong.

Tapi apa daya jika saya selalu kalah dengan Bapak, maka mau tak mau rambut saya yang panjang dipotong jua. Berbeda dengan masa SD dulu, kali ini modelnya adalah saya yang meminta sebagai syarat winwin solution.

Maka jalan tengah diambil dengan gaya tetap model Elvis hanya saja rambut yang panjang akan tetap dipotong pendek. Dengan begitu duaduanya akan merasa senang. Saya masih bisa memodeli rambut saya walaupun sedikit pendek dengan minyak rambut kesayangan, sedangkan Bapak bisa lega dengan panjang rambut anaknya yang hampir seperti bukan anak sekolahan.

Model rambut yang penuh gaya ini bertahan sampai akhirnya saya pindah sekolah di kampung halaman di Bulukumba. Sekolah SMP di Kupang saat itu belum ada aturan seperti sekolah baru saya yang menghendaki anak lakilaki memiliki rambut pendek maksimal sepanjang lima sentimeter. Karena aturan macam demikian maka saya harus menyesuaikan diri. Hingga masa SMA aturan ini masih berlaku.

Sampai akhirnya saya kuliah masalah rambut bukan soal jika panjang. Maka dengan tidak adanya aturan seperti masa SMP dan SMA, semasa kuliah rambut saya bebas saja dipanjangkan. Di masa ini saya sangat jarang memotong rambut. Juga sudah tidak seperti masa sekolah dulu yang getol memakai minyak rambut. Kecuali akhirakhir ini saya memakainya untuk menahan panjang rambut saya yang mudah terurai begitu saja.

Kali ini pilihan minyak rambut saya jatuhkan pada merk Gatsby Wax yang super keras. Minyak rambut ini seperti Rivon yang super kaku dan keras. Hanya saja efek kilapnya tidak seperti minyak Orang Aring yang super kinclong.

Gatsby yang saya pakai kelebihannya membuat rambut saya yang panjang mudah bertahan kala menjalani aktifitas seharihari di kampus. Dari pagi hingga sore, rambut saya yang panjang tetap bertahan dengan bentuknya seperti yang saya inginkan.

Cuma efek samping dari minyak rambut yang saya pakai sekarang banyak menghabiskan shampo. Butuh tiga kali menggunakan shampo jika saya mau mengembalikan rambut seperti sedia kala sebelum memakai Gatsby. Kebiasaan ini malah lamalama membuat saya boros shampo. Apalagi rambut saya sudah mulai panjang.

Bisa dibayangkan berapa botol shampo yang akan saya habiskan jika tetap menggunakan Gatsby selama sebulan. Makanya belakangan ini ada keinginan saya memotong rambut. Hitunghitung agar tidak banyak menggunakan minyak rambut dan tentu juga shampo. Biasanya jika ada keinginan memotong rambut, maka pilihan pertama adalah Bapak saya sendiri. Dia adalah “tukang cukur” hampir di sepanjang umur saya. Sampai sekarang.

Namun sayang, biasanya kalau memasuki bulan puasa, seingat saya, di waktu kecil Bapak akan bersedia memotong rapi rambut saya. Membuatnya nampak pendek agar sedap dipandang mata. Tentu dengan model yang ituitu saja. Kegiatan ini malah sudah seperti kebiasaan yang kerap dilakukan bertahuntahun. Jika bukan di awal bulan puasa maka sering kali menjelang akhir bulan ramadan.

Tapi sekarang ketika niat memotong rambut itu ada, saya tidak sempat bertemu Bapak yang sedang di kampung halaman. Saya tak tahu apa yang dilakukannya sekarang, tapi jika saja saya sempat pulang ke rumah tentu saya akan meminta Bapak melakukannya seperti yang dia lakukan di atas kepala saya bertahuntahun lamanya. Tentu dengan alat cukurnya yang sudah saya kenal betul dari kecil.

Sekarang rambut saya justru bertahan dengan model yang dibiarkan berantakan begitu saja. Panjang terurai. Saya berjanji, ketika nanti pulang ke rumah, orang yang pertama kali saya temui adalah Bapak saya. Sudah pasti dengan niat memotong rambut dengan alatnya yang sudah lama disimpannya.