Sudah dua pekan kelas literasi dipadati
peserta. Bilik belakang yang sering ditempati, demi membuat nyaman peserta juga
sudah ditata ulang. Ruangan yang semula hanya mengambil satu pojok belakang
toko buku akhirnya dibuat lebar. Namun tetap saja karena peserta yang
membludak, ruangan belajar yang sering dipakai jadi tidak cukup. Di pertemuan
terakhir kemarin, bahkan yunda Mauliah Mulkin sudah menambahkan satu
kipas angin besar di atas meja untuk membuat sirkulasi udara berjalan lancar.
Ruang kerja kanda Sulhan Yusuf memang
di enam bulan terakhir berubah jadi padat. Semenjak kelas literasi dibuka, kami
sering menggunakan ruang kerjanya sebagai kelas pertemuan. Awalnya tak ada
bayangan bahwa kelas akan penuh sesak, walaupun kelas sebelumnya juga sering
banyak dihadiri peserta. Tapi, seperti yang saya bilang, kelas yang kedua
pesertanya membludak. Akhirnya membuat tempat selama ini dipakai jadi tidak
muat.
Akibatnya saya kemarin susah mengambil gambar
dari berbagai sisi. Setiap sudut sudah diduduki peserta. Bahkan sampai melebar
ke tengah ruangan. Makanya agak risih kalau saya mondarmandir bergerak ketika
mengambil gambar. Padahal, sesi jepratjepret sudah jadi kebijakan tak tertulis
untuk mengabadikan setiap momen yang terjadi. Apalagi ada sebagian kawankawan
yang senang groupy kalau difoto. Mereka bisa langsung ambil gaya kalau kamera
nongol.
Beberapa pertemuan belakangan ada niat keluar kandang. Mengingat
kemarinkemarin yunda Muchniart
Az sempat unjuk rasa. Maklum selain Putri Reski Ananda, ibu dari Za ini
salah satu peserta yang jauh tinggal di pinggiran kota. Saya biasa bangga
memiliki panutan seperti kak Niart, jauhjauh naik motor sambil membawa Za ikut
kelas literasi.
Karena itu setelah dipikir kembali dan
melihat perkembangan situasi kelas ada keinginan untuk berimprovisasi. Ujhe
Eljaelani juga sempat menjelaskan kepada saya tentang pentingnya suasana
kelas yang berbeda. Kata anak pendidikan ini, biar peserta tidak jenuh dan
merasa ada suasana belajar yang baru setting kelas harus berubah. Masukkan Ujhe
menurut saya patut dipertimbangkan.
Saya juga butuh masukkan, terutama kepada
guruguru muda kayak Andi Reski
JN, Itto
Danury, dan guru di Papua sana Ikhsan
Nugraha, bagaimana selayaknya membangun kelas yang nyaman dan tidak bete?
Apakah perlu mengubah set interior kelas atau sekaligus pindah mencari ruangan
kelas baru? Yang pertama agak susah karena kelas selama ini sudah dua kali
diset ulang. Apalagi mustahil mau membongkar bukubuku kanda Sulhan yang lumayan
banyaknya itu? Jadi pilihan yang paling mungkin yang kedua: kita perlu kelas
baru.
Sesungguhnya saya dilema, sebab kalau kita
pindah atau berimprovisasi untuk kelas baru, akan susah mempertemukan jadwal
kelas parenting yang diampu kak Uli. Ada beberapa temanteman yang tergabung di
kelas parenting, juga terlibat di kelas literasi. Kalau misalnya pindah, maka
akan membuat sebagian temanteman bermigrasi sanasini. Nantinya malah bikin
repot.
Semalam ada tawaran kalau bisa kelas literasi
minggu depan diadakan di beberapa tempat. Kak Niart kepingin di danau Unhas.
Ada yang ingin di Fort Rotterdam. Ada juga diadakan saja di Multimedia depan
Unismuh. Bahkan ada yang bilang di benteng Somba Opu saja. Kalau yang terakhir
diusulkan Heri
Sitakka. Kita bisa maklum kenapa dia bilang begitu.
Pikiran saya bagaimana nasib Boufakar
Sisenimangila yang sering menggunakan petepete. Belakangan ini saja
dia harus jalan kaki dari Pettarani sampai masuk ke Alauddin. Masa dia harus
repot lagi mengambil jalur petepete yang berbeda. Nanti dia bisa tersesat
seperti kemarinkemarin.
Juga ada Ali, anak Mamuju yang tinggal di
asrama itu. Sejak dia ikut kegiatan yang sering dilaksanakan di bunker, saya
sering kali lihat keponakan dari Syafinuddin Al Mandari ini berjalan kaki.
Kalau minggu depan bakal pindah suasana kelas, saya tak tahu dengan cara apa
dia bisa ikut. Kalau masih jalan kaki, maka Ali harus lebih awal bergerak
sebelum jam tiga. Kirakira jam satu siang dia sudah harus keluar berjalan kaki
menyesuaikan dengan jam kelas literasi.
Dulu ada Alik
Nino'Trismegistirs yang sering membantu Ali. Tapi sekarang kabarnya
Khalik juga tidak punya kendaraan. Belakangan ini justru dia harus menunggu
jemputan Aii
Avicenna kalau mau ke manamana. Kasihan karena motornya dipakai
adiknya.
Omongomong kendaraan bermotor, saya tidak
ragu kalau kelas dipindahkan di mana saja. Sebab misal Muhajir
Ajir, Muhammad
Asrul Al-Fatih, Tenry Nur
Amriani, Jusnawati
As'Syifa, Siti Zahra
Indah, M Yunasri
RiDhoh, Jahir, Nizar
Fahrezi tak bakalan keberatan bila sekalipun kelas di pindahkan ke
planet Pluto. Asalkan salah satunya dapat mengikutkan Sandra Ramli sebagai
parnert di jalan.
Intinya saya butuh masukkan dari siapapun.
Kelas kita kelas bersama. Di mana tempat yang paling cocok menurut kalian.
Sekalian mari doakan Syahrul
Al Farabi dan Aam Ahmad
Arham salah satu peserta yang sedang sakit. Agar mereka dapat
berkumpul kembali. Juga kepala sekolah kita kanda Asran
Salam. Kelas sekarang butuh masukkanmasukkan dari beliau.
Nah, sekarang apakah ada sendal kalian di
bawah ini? Dulu di depan pintu toko buku tidak sebanyak ini. Sebentar lagi
sudah mirip mesjid. Sendalnya juga butuh diatur, juga motormotor yang bertumpuk.
Nb: Adiyat
Rizki dan Akmal
Qabusy AL Ghazali, bagaimana masih mau ikut kan? Oh iya bagi kalian peserta
baru, saya minta pertemanannya dong? Bisa kan?