Ada suatu ramalan, bahwa dunia di masa sekarang adalah tempat yang
sudah uzur. Dunia yang tua. Dunia yang sebentar lagi bakal hancur.
Dunia yang
tua, ditandai dengan hubungan manusia yang penuh dusta. Ikatan sosial yang
hipokrit. Welas asih yang pamrih. Kebaikan yang bersyarat. Kemanusiaan yang
ditopang dengan semangat ekspansif untuk membangun kekuasaan. Dunia yang tua,
diramalkan sebagai akhir dari dunia.
Itulah mengapa di balik justifikasi demikian, dunia akhirakhir ini
banyak didera derita. Agama yang nubuatnya untuk kasih sayang malah sering kali
merobekrobek tubuh. Teknologi justru membuat manusia menjadi robot yang kadang
melupakan esensi kemanusiaan. Kebudayaan manusia akhirnya mejadi suatu sikap
barbar. Ramalan yang dinabalkan Hobbes, homo
homini lupus menjadi dorongan
moral di dalam relasi antara sesama. Hidup seakanakan hanya suatu keramian
tanpa perhatian. Yang ada adalah rakus yang mengaungngaung.
Saya belakangan ini malah ikut menjadi orangorang yang abai. Yang
menjadi bagian tanpa perlu diucapkan, bahwa diamnya seseorang malah akan
dianggap menjadi bagian dari suatu skema yang dominan.
Kita yang secara
pendidikan, ekonomi, maupun budaya, yang tergolong mapan dari kelas yang
ditindas, sepertinya menjadi orangorang yang dihardik dalam hadis: barang siapa
yang diam ketika menyaksikan penindasan, maka dia terhitung di dalamnya sebagai
ikut melakukan. Hadis yang saya tak hafal penuh redaksinya ini, saya tahu
pernah diucapkan Ali Bin Abi Thalib. Orang yang disebut rasul Allah sebagai
orang yang menjadi gerbang ilmunya.
Secara etis, suatu sikap acuh bagi kita sering dibilangkan sebagai reaksi yang normal. Banyak hal yang membuat itu lumrah: pengemis yang sering kita lihat di bawah perempatan, penggusuran di sebelah kompleks tempat kita tinggal, terkulainya seorang perempuan yang terlibat kecelakaan, kawan yang sulit mencari nafkah, ibu hamil yang tidak kebagian kursi, dsb. adalah wajar begitu saja karena betapa akrabnya kita dengan keadaan semacam itu. Keakraban dan betapa seringnya fenomena semacam itu yang disaksikan membuat kesadaran dan kepekaan kita menjadi tumpul berlahanlahan.
Atau sepertinya kesadaran kita masih jatuh ke dalam keyakinan yang
fatalis, yang mengandaikan bahwa seluruh jalinkelindan kehidupan ini adalah
kejadian yang tanpa sebab. Suatu peristiwa yang terjadi begitu saja. Atau
bahkan suatu keadaan yang memang telah diatur sebelumnya.
Yang terakhir ini
memang mengakui suatu alasan yang jelas sebagai musabab di balik keberlangsungan
peristiwa yang dialami, namun dengan sendirinya, keyakinan semacam ini malah
memberikan penekanan bahwa seluruh yang terjadi malah sudah demikian adanya.
Di saat itulah sikap acuh menjadi sebab dari bagian keadaan yang
terjadi. Bahkan sebahagiannya sudah merasa berbuat baik dengan angkat bicara
atas peristiwa yang dihadapi. Diamdiam bangunan moral kita hanya ditopang
atas tindakan verbal tanpa mau lebih jauh menjadi tindakan langsung. Banyak
orang yang akhirnya asal omong merasa yakin telah berbuat baik. Asal komentar telah merasa
benar.
Saya pernah membaca bahwa ada perbedaan mendasar antara shalihun
dengan muslihun. Orang saleh, orang yang disebut bertakwa, orang yang dekat
dengan tuhan, sudah pasti banyak. Mereka sering kali kita temui, bahkan sering
kali mengajak agar orang banyakbanyak mengingat agamanya.
Tapi mereka yang mau
bertindak baik itu sangat jarang. Justru mereka yang ingin mengubah keadaan
sulit kita temukan. Mereka ini bukan sekadar saleh, tapi orangorang yang
mengajak untuk melakukan perubahan. Merekalah orangorang muslihun. Orangorang
yang melakukan perbaikan. Akibatnya mereka sering dibenci, sering dicibir
karena mengganggu kemapanan. Sementara orang yang saleh malah banyak mendapat
simpati, bahkan disukai oleh banyak orang. Sebab mereka sering kali cari aman.
Senangnya diam tanpa mau berbuat apaapa.
Itulah sebabnya ada firman Allah; “dan tidaklah Tuhanmu akan
menghancurkan kota dengan kezaliman sedangkan penduduknya muslihun (melakukan
perbaikan)” Ayat ini tidak memakai saleh, tapi muslihun. Orangorang yang
berbuat kebaikan. Sebagaimana Muhammad adalah orang yang saleh (baik) sebelum
diangkat menjadi nabi, dan menjadi muslihun (pelaku kebaikan) di saat ditunjuk
menjadi pilihan Allah. Karena itulah Muhammad dibenci akibat bertindak
sebagai pelaku kebaikan, sebab tindakannya banyak mengubah tatanan yang
terlanjur korup.
Dan, barangkali ini juga yang
terjadi, kekosongan yang mengaga di sekitar kita. Tentang kebaikan yang
berhenti menjadi saleh. Orangorang yang takut menjadi muslihun karena khawatir
dibenci oleh sesamanya. Kalau sudah begini, dunia yang tua malah jadi lebih
renta. Dunia yang rusak tambah jadi rusak. Bukan siapasiapa, bisa jadi karena
kita diam. Dan seolaholah sudah berbuat baik.