madah satu

Catatan ini tidak akan menjadi tulisan yang panjang. Seperti catatan sebelumnya yang memang diniatkan hanya untuk merekam serpih-serpih pikiran ataupun ingatan saya. Yang semuanya memang tak lebih dari beberapa paragraf, bahkan nyaris tak lebih dari empat atau lima paragraf. Dari apa yang ingin saya ungkap di sini rasarasanya nyaris tidak ada. Tetapi untuk saat ini, barangkali hanya niat saya untuk mengganti judul catatancatatan saya dengan nama yang berbeda. Ada keinginan untuk menggantinya dengan nama Madah. Seperti nama tokoh dalam cerpencerpen saya.

Sedikitnya saya ingin mengungkapkan bagaimana Madah menjadi nama sentral dalam cerpen saya, dan apa hubungannya dengan aktivitas saya dengan ingin menggunakannya dalam catatan saya seperti ini ke depannya.

Madah, nama yang awalnya tak punya arti itu, saya temukan dengan cara yang tibatiba. Saya menemukannya saat membutuhkan sebuah nama bagi tokoh di cerpen yang saya buat. Tentu dalam hal nama, banyak yang bisa saya pungut dari banyaknya namanama. Tetapi hal itu saya hindari, saya butuh nama yang keluar dari lisan umum, nama yang tak bercermin dalam situasi yang terkenali, nama yang janggal sekaligus gampang diucap. Tetapi apa, atau tepatnya siapa? Di dalam kebingungan itu, tokoh yang belum punya nama, saya biarkan. Tetapi cerita tetap saya bangun, tetap saya tulis, biar bagaimanapun jalannya cerita harus saya pertahankan. Hingga beberapa lama, cerpen itu saya biarkan tanpa identitas, atau sebenarnya tanpa nama. Tetapi ini bukan cerita dengan tokoh yang anonim.

Tetiba, di sebuah teras rumah yang lapang, entah rumah siapa, di saat  saya  singgahi, sebuah kata tergiang. Sebuah nama; Mahda. Di waktu yang hujan sore itu entah bagaimana, di saat saya menepi dan menulis sebuah kronologi cerita yang tanpa nama, Mahdah-lah yang tibatiba datang dan hinggap dalam pembatinan. Maka tanpa pikir panjang, di saat itu pula ruang kosong dalam cerpen itu saya tuliskan Mahdah.

Tetapi ada yang bermasalah, di cerpen selanjutnya dengan ingin mempertahankan tokoh yang sama, nama itu meleset dari ingatan. “Mahda” justru tibatiba meninggalkan “h” sebagai satuan huruf di tengah namanya. Tanpa sengaja di cerpen selanjutnya tokoh yang semula bernama Mahda menjadi Madah. Dan apa artinya ini? Suatu kebetulankah ini? Yang pasti mulai saat itu Madah-lah yang sering saya pakai sebagai sebuah nama.

Tetapi apa sesungguhnya arti dari sebuah nama? Nama, tentu bukan seperti pemisalan Shakespeare, punya arti, punya maksud. Tetapi apa sesungguhnya nama yang tibatiba saja dipungut dari peristiwa yang tidak punya asal usul. Maka satusatunya cara adalah membuka kamus, dan mungkinkah nama yang serentak datangnya itu masuk dalam deret kata yang ada di dalam kamus? Dan ini suatu hal yang luar biasa, Madah ternyata memiliki arti, yakni berupa “tutur”, “perkataan”, “ujaran”, “kata pujapuji” dan juga bisa diartikan “kata berpanjangpanjang”. Dari itulah barangkali sastra sangat dekat dengan maksud yang tak didugaduga, arti yang tak disangkasangka. Seperti Madah.

Untuk itulah catatan ini hendak saya beri nama Madah, juga untuk catatan kedepannya. Dengan maksud catatan ini  menjadi ruang tuturan saya, untuk menampung katakata saya. Tempat di mana katakata saya lebih baik saya susun dibandingkan tercecer sanasini tanpa maksud. Setidaknya sebagai bangunan ingatan saya, monumen pikiran saya. Hingga akhirnya ada tugu yang bisa saya pugar tiap saat. Seperti amsal yang memaut makna dalam ungkapan yang alegoris.

Saya akhiri dulu.