Spiral Kekerasan dan Melangitnya Harga BBM


Mengingat pernyataan menteri keuangan di beberapa waktu lalu, bahwasannya di tanggal tujuh belas juni nanti, pemerintah akan segera menaikkan harga BBM bersubsidi setelah APBN perubahan 2013 diketok pada sidang paripurna di DPR.  Pernyataan dari Menkeu ini adalah penegasan ulang dari SBY tentang keputusan pemerintah yang akan menaikkan tarif BBM bersubsidi. Dan jika melihat dari kejadian-kejadian sebelumnya, sebagaimana biasanya dari naiknya tarif BBM akan mempengaruhi bertambahnya masyarakat miskin di tanah air. Data BPS menunjukan hingga akhir Januari 2013, data kemiskinan terbaru Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Sehingga jika tariff BBM naik, persentasenya bertambah satu persen menjadi 2,5 juta orang dan angka kemiskinan akan mencapai di atas 30 juta orang.

Dan malangnya, strategi yang diambil oleh pemerintah dalam mengatasi kemiskinan adalah seperti yang sudah-sudah, yakni program pemberian bantuan tunai kepada masyarakat yang dinilai terkena dampak serius dari naiknya tariff BBM. Strategi ini pada kenyataannya mendapatkan reaksi pro dan kontra oleh elemen public baik bagi politisi, ekonom, tokoh masyarakat, kalangan agamawan maupun tokoh masyarakat lainnya. Namun apa yang di lakukan pemerintah selama ini adalah upaya yang bersifat predikatif dan berjangka pendek. Oleh sebab, guncangan naiknya BBM membawa dampak yang serius bagi kelangsungan masyarakat yang kurang mampu. Hal ini tentu memiliki efek yang berjangka panjang karena perlu adanya pembacaan strategi adaptatif masyarakat oleh seluruh stakeholder yang terkait untuk penyesuaian hidup masyarakat ditengah-tengah naiknya barang-barang kebutuhan hidup.

Spiral kekerasan
Kurang antisipatifnya pemerintah dalam mengambil keputusan mengenai harga BBM, membuat sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dalam perasaan yang was-was. Hal ini terjadi akibat penundaan keputusan pemerintah dalam mengungumkan keberlakuan tarif baru BBM. Walaupun sebelumnya strategi pemerintah dalam mewacanakan akan naiknya BBM sudah dilakukan jauh-jauh hari, namun apa yang menyertai dari itu adalah bertambahnya beban psikologis masyarakat. Apa yang dilakukan pemerintah dengan menunda-nunda keputusannya, berdampak serius pada penetapan kebijakan-kebijakan lembaga pemerintahan yang kesannya sistemik. Akibatnya dari itu adalah kenyataan sosial yang berujung pada aksi-aksi kekerasan.


Helde Camara mengilustrasikan bahwa hampir disetiap Negara belahan dunia ketiga seringkali jatuh pada kekerasan yang berunut panjang di akibatkan oleh kebijakan pemerintah yang seringkali tidak logis. Penggambaran teoritis ini di wartakan oleh Camara sebagai spiral kekerasan yang mendaur kembali kekerasaan diantara struktur Negara dan kultur masyarakat. Ilustrasi yang di berikan Camara bisa kita tarik pemaknaannya pada kenyataan akhir-akhir ini yang mewarnai layar kaca kita. Pada wacana kenaikan tarif BBM bisa kita simak, banyak kejadian yang menyertai setelah kebijakan pemerintah diwacanakan. Responsivitas yang di terjemahkan oleh elemen-elemen mahasiswa di jalan-jalan adalah umpan balik dari kekerasan yang tumbuh dari kebijakan Negara yang mengguncangkan tatanan psikosfer masyarakat. Dimana kekerasan Negara melalui kebijakannya memproduksi kembali kekerasan yang tumbuh pada jalan-jalan raya di tanah air.

Secara tidak langsung naiknya tarif BBM akan menata kembali keadaan sosiosfer masyarakat, dimana sontak kehidupan sosio-ekonomi masyarakat akan berubah drastis ketika terjadi inflasi akibat berubahnya tarif BBM. Dampak turunan dari situasi itu akan mempengaruhi tatanan psikosfer masyarakat, sehingga beban psikologis masyarakat di terjemahkan melalui aksi-aksi yang irasional. Meledaknya penolakan tarif baru BBM melalui aksi kekerasan, sejatinya adalah penanggulangan pemerintah yang kurang gesit dalam menyikapi pola perubahan sosiologis di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dengan kasat mata respon masyarakat yang kita simak adalah kekerasan yang bisa menjurus menjadi konflik sosial.

Egoisme Pemerintah
Alasan pemerintah menaikkan tarif BBM adalah terjadinya beban yang berat dalam APBN Negara dalam mensubsisi bahan bakar minyak. Hal ini terjadi karena naiknya harga minyak mentah internasional akbibat terjadinya krisis ekonomi-politik dari Negara-negara penghasil minyak mentah. Dengan demikian, pemerintah harus mengurangi beban subsidi masyarakat. Alasan lainnya yang seringkali di jargonkan pemerintah adalah perlunya dana subsidi untuk anggaran pembangunan yang lain. Sebab selama ini untuk anggaran pembangunan dan kesejahteraan sosial masih kurang dibandingkan dengan anggaran subsidi untuk BBM.

Jika kita menelisik lebih jauh, Negara ini seharusnya mampu mengelolah sendiri lading-ladang minyak yang bertebaran hampir disetiap kawasannya. Namun kenyataannya pemerintah lebih mengutamakan kontraktor berlabel mancanegara untuk mengelolah minyak bumi dan memberikan fasilitas yang berlebih terhadap perusahaan-perusaan asing dalam menyelenggarakan pengadaan minyak bumi. Sehingga pemerintah hanya menjadi tangan kedua dalam mengelolah minyaknya sendiri.

Hal ini akhirnya berdampak pada penjagaan ketat terhadap Pertamina dalam mengeskplorasi tambang-tambang minyak yang ada. Dimana eksplorasi minyak yang dilakukan tak mampu menjawab kebutuhan Negara dalam menyiapkan bahan mentah bagi pembuatan bahan bakar minyak Negara. Dengan demikian Negara seharusnya harus memikirkan kembali strategi kebijakan dalam penyediaan energy bahan bakar bagi Negara sebagai tindakan jangka panjang.

Ketika kita membaca sejarah, semenjak tahun 1967, Negara ini telah menaikkan harga bahan bakar minyak sebanyak 28 kali. Kegiatan rutin Negara ini bermula ketika pengelolahan minyak tidak independen dikelolah oleh Negara melainkan oleh kontraktor-kontraktor asing. Seharusnya pemerintah dapat belajar dari masa lalu mengenai strategi apa yang paling pantas diambil untuk menetapkan suatu standar pengelolahan minyak untuk menyiapkan energy berjangka panjang. Sehingga dengan begitu, dalih tentang dana APBN yang terbebani oleh kelangkaan minyak mentah tak kita dengar lagi dimasa-masa akan datang. Jika tidak maka Negara ini akan selalu mencipta kekerasan yang berkesenambungan.