Setahuku waktu adalah ukuran jarak. Perluasan antara keduanya; ruang. Yang mana
keduanya bisa jadi saling bersilangan. Dari sanalah ruang datang. Ruang bisa
saja terberi begitu saja, atau bagaimana kehendak untuk menempati. Dari
kehendaklah isyarat tentang waktu terkadang menyisakan tuai; peng-alam-an.
Waktu adalah batas peng-alam-an, dan ruang adalah
monumentnya. Dan kita, pada apa yang dimiliki, mempunyai inti yang sublim.
Tentang yang membatasi kita dari ekstensia lain; potensi pikir. Berawal dari
sanalah datang segala lainnya. Dan peng-alam-an adalah residu yang membatu.
Bisa jadi guna jikalau terbagikan.
Bicara peng-alam-an, ada Iqbal, dengan scribnya tentang semesta yang tak kenal konklusi. Bahwa alam bukanlah rentetan event yang selesai, bukan kesimpulan dari kreasi Tuhan. Melainkan waktu yang menubuh pada pikiran manusia. Yang mana kita adalah 'usaha' Tuhan yang hendak meng-ada. Darinya Tuhan hendak berbagi peng-alaman.
Namun tak selamanya murni mendatangkan kesucian.
Terkadang kemurnian bisa jadi pilar
yang membatasi. Mendatangkan bakhil pada situasi yang primordial. Sebut saja
Agama, kuasa politik, ras beserta klaim lainnya yang bisa kita deret pada alam
kenyataan.
Peng-alam-an adalah waktu yang menubuh
ruang. Namun pula, kadang ia menjadi hal yang menyisakan lampau. Pada titik ini
kadang peng-alam-an mesti men-tabik, pada apa yang akan datang. Dan disana
sejumlah alam yang asing dikehendaki untuk dijamah?.
Pare, sela waktu 010313