Langsung ke konten utama

Postingan

madah lima puluh tujuh

Yang hilang belakangan ini saya kira adalah keagenan yang dimiliki setiap orang. Keagenan saya kira penting. Di situ “aku-diri” mengaktual. Dengan kata lain, keagenan adalah sifat otonom “aku-diri” untuk bebas menentukan pilihan-pilihannya. Namun, rasa-rasanya menjadi agen yang sadar diri di waktu ketika menguatnya tekanan kelompok menjadi agak riskan akibat tidak adanya penghargaan terhadap individu. Orang-orang akan  merasa kurang enak  jika tidak mengikuti pilihan-pilihan kelompok yang sering kali mengeliminasi hak-hak pribadinya.  Ya, kebanyakan dari kita masih khawatir jika merasa berbeda. Takut jika memilih jalan yang berlainan dari kebanyakan. Barangkali ini akibat telah lama kemerdekaan individu disingkirkan dari pemahaman kita. Kita lebih sering diingatkan tentang kebaikan kelompok, keutamaan bersama, dan juga kemuliaan kelompok, tinimbang keberadaan individu. Bahkan, telah lama hidup kita dibentuk oleh kokohnya sistem. Kuatnya otoritas, dan  ajegnya keber...

Chester Bennington dan Beberapa Masalah di Sekitar Kita

Bila mereka berkata Siapa yang peduli bila satu dari banyak cahaya redup? Di langit sejuta bintang Berkedip, berkedip Siapa yang peduli kapan waktu seseorang habis? Bila sesaat itulah kita Kita lebih cepat, lebih cepat Sipa yang peduli bila satu dari banyak cahaya redup?* Dia mati. Kamis, 20 Juli lalu. Tewas di rumah pribadinya, di Palos Verdes Estates Los Angeles. Tak lama setelah itu beritanya viral. Banyak penggemarnya dibuat mendung matanya. Siapa menduga dia mati dengan cara yang tragis: gantung diri. Kabarnya dia tertekan. Ingatan kelam masa kecilnya menyeruak dalam benak. Tumbuh dan berkembang biak bagai kanker. Trauma itu disebutnya begitu menjijikkan. Banyak laporan menyebut ia depresi. Barangkali ia kalah, atau lelah, karena itu ia bunuh diri. Namun, siapa yang tahu pasti? Yang pasti Chester Bennington, vokalis Linkin Park itu, satu dari banyak orang yang mati bunuh diri di tengah keadaan mayarakat yang dikepung ketidakacuhan. Tapi, depresi mem...

Gabo dan Kisah-Kisah Penculikan-nya

Membaca karangan fiksi sudah pasti akan mendorong pembacanya merasakan betapa kejadian-kejadian yang dibacanya bukan seratus persen dari kenyataan yang sedang dan sudah terjadi. Dengan kata lain, apa yang ditemuinya hanyalah hasil akal-akalan sang sastrawan. Bermain-main dengan imajinasi: itulah makna sastranya. Namun apa jadinya jika ada laporan berupa karya nonfiksi yang mengandung unsur-unsur sastra? Dengan kata lain suatu hasil dari kerja jurnalisme? Itulah sebabnya, ketika membaca Kisah-Kisah Penculikan (News of a Kidnapping) karya Gabo –nama panggilan Gabriel Garcia Marquez- seolah-olah membaca karangan sastra. Padahal, karya ini merupkan karya jurnalisme Marquez yang dikerjakannya selama tiga tahun bersama dua asisten yang membantunya –Luzangela Artega seorang jurnalis yang membantunya dalam melacak fakta-fakta sulit yang detail, dan Margarita Marquez Caballero, sepupu dan sekertaris pribadinya ketika mengelola transkip dan memverifikasi bahan-bahan kasar rumit, yang dikatak...

Narasi Imajinasi-sains Nirwan Ahmad Arsuka

Bagaimana mungkin dunia pada hakikatnya adalah narasi? Tapi, begitulah yang dibilangkan Nirwan Ahmad Arsuka di suatu diskusi menjelang ramadan di Cafe Dialektika yang digelar Paradigma Institute Makassar. Dunia jika dikuak intinya, tiada lain adalah narasi.  Segala sistem pengetahuan manusia, entah itu filsafat, kosmologi, atau bahkan sastra, dibangun di atas sebuah narasi. Melalui “lidah” manusia, alam semesta mewujudkan dirinya melalui kisah. Atau dengan kata lain, sepanjang manusia menciptakan narasi tentang hidupnya, maka sebenarnya itu adalah cara alam semesta mengungkapkan dirinya di hadapan manusia. Suatu puitika-kah ini? Meminjam kategori waktu Heidegger tentang destitute time , manusia di sepanjang sejarahnya selalu berusaha untuk menemukan orisinalitas dirinya di hadapan alam semesta yang melingkupinya. Segala upaya ilmu pengetahuan, yang juga dikatakan Nirwan sebagai percakapan dengan semesta, merupakan bentuk dasariah manusia menemukan relasi eksistensi...

The Heart is a Lonely Hunter, Carson Mc Cullers

Nasib adalah kesunyian masing-masing . Chairil Anwar Di New York Café, Jake Blount, dengan mulutnya yang sering kali berbau gin atau bir, bakal menemukan pendengarnya yang paling setia: Dari mulutnya dia sering kali  membicarakan dunia yang tidak adil, pikirannya, sistem kapitalisme di mana pun selalu membuat orang-orang mengalami kehidupan yang terlunta-lunta. Membaca The Heart is a Lonely Hunter adalah membaca kisah orang-orang yang kesepian. Hidup di suatu kawasan yang terpinggirkan. Kehidupan masyarakat di kepung pabrik-pabrik. Perbedaan ras, dan pekerjaan yang menyita waktu tidak lebih dari 12 Dollar. Begitulah kisahnya. Segalanya di mulai dari jiwa-jiwa kesepian yang saling berinteraksi di sebuah kafé kecil di pinggiran kota. Kisah orang-orang yang terkucil dari lingkungannya. Suara-suara yang sering kali dipinggirkan begitu saja. Jake Blount seorang sosialis yang tidak diketahui asal usulnya, Biff Brannon sang pemilik kafe yang ditinggal istrinya yang mengalami kesep...

Agama atau "Agama"?

Ketika Ali Syariati mengomentari pengertian agama yang dinyatakan Emile Durkheim sebagai semangat kebangsaan dan kolektif masyarakat yang ditransformasikan ke dalam simbol-simbol, ritus, dan tradisi keagamaan, sosiolog abad 20 ini juga menunjukkan dua kategori agama yang sering tampil dalam sejarah masyarakat. Bahkan menurut Ali Syariati, di antaranya, dua kategori agama ini sering mengalami pertentangan dan perlawanan. Dengan kata lain, pertentangan yang sering dihadapi agama bukanlah entitas di luar dirinya sendiri, melainkan antara agama melawan agama. Sebagai seorang sosiolog, Ali Syariati meradikalkan pembagian agama berdasarkan fungsi kritik dan transformatifnya di dalam masyarakat. Artinya, sejauh fungsi normatif agama tidak memberikan kontribusi dan mendorong perubahan sosial, maka agama itu menjadi paham yang dekaden dan disfungsional. Selain itu, fungsi kritik dan transformatif dari agama, secara teoritik akan memberikan perbedaan fondasional terhadap paham-paham ya...

Ilmu atau Ideologi?

John Locke (1632-1704) Filsuf berkebangsaan Inggris Bapak liberalisme, terkenal dengan konsep Tabula Rasa-nya ILMU dan ideologi dua hal yang berbeda, walaupun keduanya bisa saling berkelindan. Ilmu ditelusuri dari fakta-faka, ilmiah, dan sifatnya mesti objektif nan bebas nilai. Sementara ideologi justru berbeda, berkebalikan sifatnya, bisa bukan atas fakta-fakta, sifatnya nonilmiah, dan bertendensi subjektif. Pengertian umum ini kadang masih diyakini ilmuwan Barat akibat konteks sejarah pemikiran yang mendasarinya. Dominannya cara pandang saintis yang merelatifkan pandangan-pandangan metafisika, sedikit banyak membuat antinomi ini masih berlaku hingga sekarang. Sebagai contoh, agama yang sebagian besar dibangun dari pandangan metafisis tidak dimungkinkan untuk dijadikan optik atas suatu soal akibat sifatnya yang tidak ilmiah. Bahkan, kecenderungan metafisika yang dimiliki agama disamakan sebagai ideologi yang alih-alih mampu dipertanggungjawabkan sebagai ilmu yang ...