Langsung ke konten utama

Postingan

hujan

I Sudahkah engkau mengerti, tentang hujan, tentang rinai yang bisa tampil dengan mukanya yang paling merusak. Deras berjatuhan dan tak kenal berhenti. Di mana kejatuhannya pada kotakota besar adalah perkara yang berat. Banjir dan air bah. Pada kota yang tak tentu, baik cara hidup ataukah model tata ornamennya, hujan adalah bukan berkah. Oleh sebab, tanah telah terlanjur dibanguni megah gedunggedung. Rapat mapat dengan seluruh ornamennya. Tanah lapang pada kota seperti itu adalah emas yang dicaricari. II Barangkali engkau tahu, perihal kiblat dunia, mengenai dunia yang dikejarkejar. Pusat perhatian yang menghendaki kemajuan. Yang mana kita tahu, kemajuan pada waktu sekarang identik dengan kota dunia; sebuah tempat yang menghabisi pinggiran dan menyulapnya menjadi episentrum aktivitas. Bahwa kota harus menampil purna dengan konstruksi yang maha dahsyat. Sehingga jika kita di sana, yang kita lihat adalah gemerlap yang tak pernah padam. III Kota barangkali adalah rupa yan...

dari narasi cinta dan kemanusiaan menuju jejak dunia yang retak

Baru-baru ini, tepatnya di pekan pertama bulan juli 2012 ini, saya terlanda kebahagiaan yang amat mendalam. Setidaknya, ada dua momentum strategis dari gerakan literasi sementara mengedar. Pertama, terbitnya buku Narasi Cinta dan Kemanusiaan, yang ditulis oleh Dion Anak Zaman dan diterbitkan oleh Boetta Ilmoe. Lounchingnya telah dilaksanakan tanggal 7 juli 2012, bertempat di gedung Pertiwi, pukul 20.00-23.00 waktu setempat, Butta Toa-Bantaeng. Terus terang, saya sendiri tidak menyangka akan begitu banyaknya apresiasi dari kehadiran buku itu. Mulai dari begitu banyaknya komentar yang ditujukan kepada buku tersebut, dukungan spiritual dan material saat dilounching yang begitu dahsyat dan banyak, jumlah undangan yang hadir memenuhi gedung, hingga kehadiran Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng, yang juga kami tidak duga sebelumnya. Banyaknya apresiasi dan tingginya rasa antusias, serta sambutan yang meriah atas buku itu, saya menduga karena, pertama, temanya buku itu yang bertut...

mengapa menulis

Pada awalnya adalah sabda. Tertulis demikian dalam salah satu ayat kitab kristiani. Mulanya adalah sabda tuhan, kemudian tercipta segalanya. Dalam perdebatan ilmu kalam islam; apakah sabda (wahyu) adalah awal mulanya sesuatu ataukah tuhan dengan dirinya sendiri yang menjadi permulaan? Sebab ada titik yang kronik, dimana sabda tuhan adalah  bagian diri dari tuhan ataukah dia ciptaan yang keluar dari keberadaannya? Namun, satu hal yang pasti. Yang namanya sabda, ‘ucapan’ tuhan, dalam agamaagama manusia adalah pendulum dari iman atas keberadaan. Pada titik ini, ‘ucapan’ tuhan yang telah menjadi teks suci adalah turbelensi yang mengendap dan tumbuh pada hidupmati manusia. Ketika dimana wahyu yang terendap dalam teks merupakan salah satu cara tuhan membangun komunikasi dengan mahluknya. Pada situasi demikian, wahyu yang menyejarah dalam naik turun hidup manusia, menjadi teks yang hendak meluruskan kondisi umat manusia. Sebab, disuatu waktu, pada kitabnya, dimana par...

my header blog

Solitut

Di mana pun engkau membalikkan rupamu, maka di sanalah Tuhan. Setidaknya saya membahasakan dalam cara yang berbeda. Begitulah yang tertulis, dalam kitab suci, dalam al qur’an. Tanda itu sekiranya berpesan pada manusia, mahluk yang lemah, bahwa di manapun, kapanpun dalam kelemahanmu lihatlah sekelilingmu, Tuhan tak jauh darimu. Bahkan lebih dekat dari urat lehermu, dalam ayatnya yang lain tertulis. Maka dalam tulisantulisan ahli batin, tuhan sesungguhnya bersemayam dalam diri manusia. Sebab barangkali itulah sebab konsep penyatuan bisa kita terima, disetiap yang ‘ada’ menampil Dia yang meliputi. Artinya di sekeliling kita adalah Tuhan. Setidaknya Dia tampil dalam beragam tempat dan rupa; di kantorkantor, bukitbukit, di atas motor, Mall, kemarahan, Gudang, Mesjidmesjid, Gerejagereja tua, belas kasih, dalam Bis Kota, hutan belantara, kebencian, pasarpasar, rumah sakit, ganggang sempit, dendam ditengah lautan, di sekolahsekolah atau disamping dirumah kita sendiri. Ataukah bahkan ...

Banalitas Politik dan Postspiritualitas Partai Agama

Pada dua puluh Mei kemarin, bangsa Indonesia baru saja memperingati hari kebangkitan nasional. Momen yang merefleksikan sikap bangsa atas sejarah hari lahirnya Boedi Utomo dan Sumpah Pemuda. Sikap kebangkitan atas keterjajahan yang dialami Indonesia dari bangsa-bangsa penjajah terdahlu. Jika ditilik dari sejarah, bangsa Indonesia telah memperingatinya selang selama seratus lima puluh tahun. Dimana bukan waktu yang singkat dalam proses pendewasaannya. Artinya bangsa Indonesia bukan lagi bangsa yang kerdil dan kecil, melainkan bangsa yang selalu tumbuh besar dan  memetik pelajaran ditiap tahunnya untuk menampil perbaikan dari waktu kewaktu. Namun jika kita melihat kenyataan bangsa Indonesia di waktu sekarang, rasa-rasanya bangsa Indonesia banyak mengalami cobaan yang menghambatnya untuk menjadi bangsa yang digdaya. Banyak hal yang membuat kita miris. Salah satunya adalah bidang perpolitikan. Politik sejatinya adalah penyelenggraan kekuasaan Negara dalam rangka untuk me...