Langsung ke konten utama

Postingan

Merawat Keberanian Anak Muda[1]

Prolog Eko Prasetyo [2] Barangsiapa diam di hadapan kezaliman maka dia menjadi seolah-olah seorang iblis (Rasulullah SAW) Hal terbaik yang dapat anda lakukan untuk orang lain bukan sekedar berbagi kekayaan Anda, melainkan membuatnya menyadari kekayaan dirinya (Benjamin Disraeli) Kita tahu apa yang paling berharga di masa muda. Petualangan dan keberanian. Nyala keberanian itu yang membawa Che Guevara menuju Kuba. Bersama Fidel Castro dilintasi lautan dan belantara hutan untuk sebuah cita-cita yang mungkin agak nekad: kekuasaan yang bersendi keadilan. Dunia sebut perjuangan itu sebagai sosialisme. Sebagian dengan antusias memberinya julukan komunisme. Apapun itu kini Kuba berdiri dengan penuh martabat: angka melek hurufnya paling tinggi, jaminan kesehatan penduduk paling ampuh dan yang terpenting minim hutang luar negeri. Castro tua itu masih menyimpan bara semangat anak muda; diejeknya Obama dan dipujinya Hugo Chavez.

Asketisme Leo Tolstoy

AWALNYA melimpah, selebihnya hidup dalam asketisme. Setidaknya itu yang dialami Leo Tolstoy. Bak seorang manusia suci mengalami sebuah pergolakan batin. Barangkali ia rindu pada apa yang menjadi harapan semua orang yakni hidup di dalam rahmat Tuhan.    Tapi, terkadang kerinduan membutuhkan satu pengorbanan besar di mana hidup harus dipandang dengan cara tak biasa. Leo Tolstoy mengalami pengalaman batin mendorong ia menanggalkan segalanya:   gelar, status sosial bahkan berhektar-hektar tanah yang ia miliki. Transformasi hidup kerap dimulai dari kegoncahan iman. Hingga akhirnya suatu pilihan mesti dibayar dengan harga yang mahal. Keberanian mengubah bukan berarti tanpa risiko. Dalam hal ini Leo Tolstoy meninggalkan kemapanan hidup demi menemukan ihwal yang subtil dalam kehidupan. Syahdan, ia hidup dikepung harta benda tak terhingga. Ia menjadi tuan tanah dengan ratusan petani pekerja. Hidup di dalam rumah bak istana raja.   Lengkap dengan lakon hidup ...

Ihwal Perubahan

Hari-hari ke depan mungkin akan penuh gemuruh. Jalan raya menjadi ramai, dan mahasiswa tentu punya agendanya sendiri. Harihari belakangan ini, kita dibuat resah, banyak caci maki menjadi hal yang mendekati ujaran yang banal, aspirasi menjadi ihwal yang penting, sebab di penghujung bulan nanti, presiden RI akan berdiri di atas podium Negara, berdiri menghadap seluruh masyarakat sabang merauke, dan tentu dengan kesannya yang kita kenal betul; mimik muka yang melankolis, tutur ucap yang telah ditata, dibagian mana intonasi harus ditekan pada katakata tertentu,  warna baju apa yang harus melambangkan  kecocokan dengan audiens dan tentu isi pengumuman itu sendiri, dengan teori-teori ekonomi makro mutakhir, tentang nasib, tentang naik tidaknya bahan bakar minyak. Pidato, Jalan raya dan mahasisiwa di harihari ini kerap semakin akrab. Agenda yang serempak harus segera dijalankan. Agenda pemerintah dengan menaikkan harga bahan bakar minyak menjadi topik yang tibatiba ...

Pesan Socrates

Socrates mati meneguk racun cemara. Sebelum hukuman mati menimpa, Socrates   memiliki kebiasan berkeliling di sudut-sudut Athena. Ia gemar berdiskusi. Menjalani laku kehidupan melalui bertanya sebagai makanan sehari-hari. Socrates memang senang bertanya, dari situ ia kerap berdiskusi dengan siapa pun. Terkadang jawaban tak lebih eksplosif daripada menghadirkan sebuah pertanyaan. Dan itulah filsafat.   Socrates seorang filsuf. Socrates tak berbeda dengan kita. Tentu ia seorang manusia. Dan karena ia manusia akal budilah ciri khasnya. Akal budi di tangan Socrates menjadi penting dengan menempuh dua cara: berpikir benar dan bicara benar. Ada kemungkinan dari sisi ini, kita tak seperti Socrates. Namun Socrates punya pesan bagi siapa saja, entah   ia seorang digdaya atau budak sahaya: hidup yang tak dihayati adalah hidup yang tak layak dijalani. Caranya manfaatkanlah akal budi sebagai pintu masuknya. Berpikir. Berenung. Tentu kematian Socrates tak sia-s...

Ingatan

Entah seberapa jauh kita mengingat masa-masa di mana kita kecil? Mungkin banyak yang terlupakan, tetapi bisa jadi tidak sedikit yang masih tersimpan. Ingatan punya aturannya sendiri; tentang apa yang layak tersimpan dan apa yang mesti kita lupakan, sebab ingatan di waktu tertentu punya masa-masa ia datang kembali; menemukan gejala yang menghubungkan akan dua peristiwa, di mana masa lalu bisa kita rasakan pada masa sekarang yang punya kemiripan. Karena perihal ini, maka terkadang ingatan bisa menjadi hal yang perlu diatur, apalagi menyangkut ingatan orang banyak. Di mana ingatan bisa mendatangkan isyarat apa yang patut dan yang harus dibuang jauh-jauh. Maka bisa saja ingatan kehilangan tentang apa yang sepantasnya diingat, tak terkecuali masa kita anak-anak. Ingatan bisa jadi hal yang memupuk harapan atau sebaliknya?  Harapan?...bisa dikata sejenis utopia; sesuatu tempat yang menempatkan cita-cita yang ideal di dalamnya. Atau sesuatu yang tinggi tempatnya, perihal akan se...

Sejarah

Kita pun tahu sejarah adalah perihal tentang waktu. Dengannya waktu, sesuatu bisa jadi datang dengan kebaruan ataupun sebaliknya, ia bisa ditinggal pergi, usang. Sejarah pun bisa datang dengan lapik-lapik enigma yang anonim, atau pun datang berkelit dengan terang benderang. Sejarah memanglah bak hakim yang bisa memvonis   siapa saja dengan putusannya yang tak disangka-sangka. Ia bisa membela atupun menampik sesuatu yang telah jelas untuk disudutkan di hadapan mahkamah hari depan... Sejarah, barangkali adalah hal yang harus kita pegang betul... Sejarah, di suatu waktu adalah momen yang menuntut untuk diperjuangkan. Selebihnya, sejarah punya putusannya sendiri.. [Tatal 2, 01:41. 31 Oktober 2011]

Battle in Seattle: Perlawanan Yang Belum Usai

Bedah Film Battle in Seattle Malam itu sebuah film diputar. Seluruh perhatian peserta intermediate training dibawa pada sebuah layar yang menampilkan adegan pembuka yang menyuguhkan suguhan data-data statistik mengenai kekejaman sebuah paham dunia kontemporer; neoliberalisme. Battle in Seattle menyuguhkan sekelumit persoalan global yang diakibatkan oleh WTO pada permulaan filmnya. Film yang diproduseri oleh Scot Reid ini hendak menceritakan kembali kejadian yang pernah terjadi di Seattle pada tahun 1999, di mana hampir 30.000 sampai 40.000 masyarakat pekerja, aktivis NGO, kaum anarkhi, aktivis lingkungan hidup, beserta pembela hak-hak asasi manusia dengan masyarakat yang menolak perdagangan bebas, tumpah ruah di jalanan untuk mengekspresikan penolakan terhadap  impact yang dihasilkan oleh sistem perdagangan bebas yang dikontrol di bawah tangan organisasi perdagangan internasional. Sekejap saja, Memorial Stadium yang dijadikan tempat helatan akbar yang telah dipersiapkan jauh ...