Langsung ke konten utama

Postingan

Madah: Mayangmayang Cerita yang Tertunda

Madah oh madah.. Mungkinkah sesuatu itu berasal dari alam yang sebenarnya tiada? Banyak kisah bermula dari sana, dari apa yang kita sebut legenda ataupun mitos, bahkan Agama sekalipun; awal mula semesta alam adalah sabda. Diyakini bahwa dari sana bermulanya segala sesuatu. Setidaknya harus ada penjelasan yang menetapkan sebab dari awal segala sesuatu. Dimana ketika sebab mulai merunut kejadiankejadian, barangkali pada peritiwa itulah kita mengenal situasi yang menyertakan waktu. Dan di sanalah alaf ruang berima serta waktu dalam membentuk sejarah. Seperti dirimu, awal mulanya adalah penggalpengal kata. Yang dalam runutannya ada rentang yang mesti kau lewati. Diantara yang silih datang dan pergi. Diantara perulangan putaran waktu, ketika peristiwa kerap kali menjadi suatu yang penting.  Dan memang sejarah adalah gores panjang yang merunut kejadian dengan toreh pesanpesan pada pinggiran untuk memberikan asumsi dari apa yang bisa kita terima. Engkau kerap muncul diant...

Tentang “Kani Kosen sebuah Revolusi” karya Kobayashi Takiji

“ Ayo, pergi ke neraka” Dua orang nelayan memandangi kota Hakodate yang dikelilingi laut, sambil menggeliatkan badan dan perpegang pada besi pegangan tangan di dek kapal. Nelayan itu pun kemudian, sambil meludah membuang rokok yang sudah dihisapnya hingga tersisa seukuran lebar jarinya… Apa yang memungkinkan sebuah karya sastra memiliki sensibilitas di antara batasbatas peristiwa dari yang datang dan yang pergi? Sehingga mampu melampaui kejadiankejadian yang merentang di putaran orbit kehidupan manusia?  Pertanyaan ini adalah sebuah eksposisi yang baik untuk jauh masuk pada kisaran fundamental dari apa yang diendapkan dalam sebuah karya satra; soalsoal manusia. Sastra yang baik adalah karya sartra yang lahir dari jantung subjektifitas manusia, susun bangun kata yang terbangun dari kekayaan batin sebuah kejadian, sebuah peristiwa.  Seperti dalam pengertian yang diberikan Ignas Kleden; seorang sastrawan beda betul dengan profesi, taruhlah seorang wartawan. Seor...

Alain Badiou dan Hasrat Kebenaran

Lahir di Maroko pada 17 januari 1937. Pada kisaran tahun 60an mengeluarkan novel dengan judul Almagestes (1964) dan Portulans (1967). Badiou dikenal sebagai seorang filsuf Marxian. Banyak dari artikel yang diterbitkannya kental dengan kerangka Althuserian. Badiou, seperti filsuffilsuf yang terlibat aksi demontrasi di tahun 1968, sempat dilarang untuk memperkenalkan pikiranpikirannya untuk kalangan mahasiswa Prancis karena dianggap berbahaya bagi umum. Pada tahun 1988, dunia internasional mulai mengenal namanya ketika ia menerbitkan tulisan utuhnya dengan judul L’etre et l’evenement ( Ada dan Peristiwa). Di tahun 1989 bersama Derrida dan Lyotard mendirikan College Internationale de Philosophie. Menjadi professor emeritus pada tahun 1999 di ENS dan mendirikan pusat pengkajian internasional tentang filsafat Prancis kontemporer. Filsafat di mata Badiou perlu untuk disembuhkan. Filsafat harus melampaui dirinya dan bahasa, sehingga perlu kembali direposisi ke dalam tempatnya se...

Biopolitik Giorgio Agamben

Lahir pada tahun 1942. Seorang filsuf politik Itali. Pemikir yang memadukan ciri khas sastrawi dalam memediasi pemikiran filsafatnya yang terkadang rumit dan khas. Agamben menjadi pemikir yang menginspirasi dunia internasional dengan pemikirannya mengenai konsep biopolotiknya dan konsepnya tentang “pengungsi.” Agamben dibesarkan dalam tradisi pemikiran Heidegger dan Hegel. Bahkan ia beberapa kali terlibat dalam kelas Heidegger yang membincang persoalanpersoalan yang mengendap dan belum terselesaikan dalam pemikiran Hegel dan Heraklitus. Ia mendapatkan gelar doktoralnya dengan menyelesaikan karya yang membahas pemikiran politik Simon Weil. Dan mengajar dibanyak universitas terutama Prancis, Swiss, Itali dan As. Pemikiran Agamben ditampakkan oleh komentatornya sebagai pemikir yang mengurungkan tata sistematis. Cenderung menghindari endapan enigmatik pada satu kumpulan yang rigoris dan berpencarpencar secara spiral. Seperti Filsuf kontemporer lainnya, pemikirannya mesti dip...

Ramadhan dan Simulakra

Ramadhan telah memasuki hari kedelapan dan hendak memasuki hari kesembilan. Sudah menjadi tradisi di dalam masyarakat kita jika tiba pada bulan ilahi banyak terjadi perubahan yang serba cepat. Bukan saja masyarakat, komponen-komponen media pun berlomba-lomba menyuguhkan menu ramadhan untuk mencari berkah bulan yang dijanjikan pahala berlipat.  Dari acara berita hingga sinetron, banyak yang berlomba-lomba menarik minat penonton untuk menaikkan reting siarannya. Iklan-iklan yang sebelumnya tak memiliki kaitannya dengan bulan ramadhan justru berbalik seratus delapan puluh derajat. Para tokoh-tokoh iklan nampak berbusana muslim, wanitanya indah dengan kerudung warna-warninya, sedang prianya tampan terlihat dengan baju koko plus dengan kopiahnya.  Stasiun televisi berlari secepat mungkin mempertontonkan kealiman acara-acaranya, menggelar tabligh akbar sampai memperlihatkan orang-orang yang berurai air mata dengan pesan-pesan ustad dadakan. Singkat cerita bila...

Sampan Sampang; Di larung Ketidakpastian

Seperti sampan yang melarung pada samudera yang buas. Tanpa kendali, tanpa pegangan, dilarung badai ketidakpastian. Hak untuk mengimani keyakinan harus berhadapan diametris dengan kekuasaan yang beringas. Agama yang mayor, agama kolektiv yang disulut emosi. Dimana hak berkeyakinan diterjemahkan dengan cara yang intoleran, sehingga toleransi beragama sekali lagi harus didefenisikan dengan cara yang monolitik. Keyakinan yang baik adalah keyakinan yang mendaku. Iman yang bukan ‘mereka’, melainka ‘kita’. Dan malangnya, ‘kekitaan’ yang irasional dan antidialogis  selalu diakhiri dengan pembumihangusan. Beberapa waktu yang lalu, secara dominatif, masyarakat Sampang seakan membenarkan tesis Emile Durkheim, bahwa masyarakat secara instrinstik memiliki kekuatan untuk menekan. Yang mana pada kasus Sampang, ditengahtengah masyarakat yang dikenal religius itu, menempatkan agama sebagai apparatus yang membenarkan perilaku kolektiv berupa pengusiran terhadap pengungsi penganut Syiah dari...

Sosiologi; Ilmu Penguasa?

Dahulu, August Comte, Bapak Sosiologi itu merumuskan suatu sistematika ilmu, untuk kenyataan, untuk fenomena yang ia cerap. Ilmu yang ia katakan sebagai puncak segala Ilmu. Setelah melepaskan dari genggam filsafat, ia memberikan nama  ilmu yang ia prakarsai sebagai Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu di Eropa disambut dengan eksploratif. Semenjak kehadirannya, banyak ilmuwan sosial yang turut menyempurnakannya sebagai ilmu yang komplit. Menutupi lubanglubang yang di tinggalkan Comte. Di tangan Durkhem, Sosiologi tampil dengan melepaskan secara penuh karakteristik filsafatnya sepenuhnya. Di suatu waktu ia berujar, Comte masih membawa gen filsafat pada apa yang ia sebut sebagai ilmu positif. Sosiologi harus sepenuhnya ilmiah. Sosiologi harus mengikuti kaidahkaidah sains. Itu berarti ia harus objektif. Dan memang semenjak Eropa meninggalkan zaman yang traumatis, seluruhnya serta merta merayakan kemajuan sains. Eropa memang berhasil keluar dari ekternalitas yang dogma...