Jika ada yang berubah dari
zaman ini, barangkali adalah bagaimana cara kita mengkonsumsi. Dahulu saat kita
mengkonsumsi, barangbarang tak begitu massif beredar. Produk yang dipampang tak
begitu menarik perhatian. Dahulu, barangbarang juga masih santun kita konsumsi.
Namun sekarang konsumsi sudah menjadi mode. Sekarang disekitar kita, hampir
semua adalah barangbarang yang identik dalam iklan. Sekarang, hampir semua
tibatiba kita konsumsi. Dan tak disadari, sekarang kita makin rakus menghabisi
diri sendiri.
Kapitalisme memang banyak
mengubah kenyataan saat ini. Dahulu Marx menyebut kapitalisme bisa besar sebab
modus produksinya. Tapi saat ini justru kapitalisme berubah. Kapitalisme
bermethamorfosis. Perubahan itu, sebut saja bagaimana ia membangun imajinasi
untuk mengkonsumsi tanpa henti. Perubahan itu sebut saja sebagai modus baru
kapitalisme; mode of consumption.
Perubahan dari kapitalisme
dari mode of production ke mode of consumption sebenarnya
adalah pembilangan Baudrillard. Berbeda dari Marx yang hidup di awal tumbuhnya
kapitalisme, yang ditandakan oleh banyaknya buruh yang dihisap. Baudrillard
hidup di zaman kita, saat buruh dan barangbarang produksi sama banyaknya. Atau bahkan
justru jauh berbeda; barangbarang yang bergelimangan.
Karena itulah zaman ini
ramai dengan barangbarang. Kapitalisme semakin massif menciptakan pasar.
Kapitalisme semakin canggih menciptakan barangbarang. Kapitalisme banyak
mendorong kita untuk mengkonsumsi tanpa berhenti. Karena itulah konsumsi sudah
jadi cara kita mengekspresikan diri kita. Dalam kapitalisme, cogito tidak
berhenti pada tindak berpikir. Dalam kapitalisme, cogito diteruskan menjadi
tindak konsumsi. Aku belanja maka aku ada.
Zizek menyebut tindak
konsumtif itu sebagai budaya yang massal dijumpai. Jika yang banyak berubah
dari cara kapitalisme saat ini, barangkali adalah cara kapitalisme yang ampuh
untuk menaruh pengaruhnya sebagai bagian yang identik dari tindak kebudayaan kita.
Kapitalisme tak segansegan mengadopsi kritikan yang ditujukan kepadanya untuk
diolah menjadi senjata ampuh. Cara ampuh itu, dalam mekanisme Zizek,
disebutkannya sebagai kapitalisme kultural.
Kapitalisme kultural adalah
strategi yang benarbenar jitu memberi kompensasi atas rasa bersalah pasca
mengkonsumsi. Konsumsi barangbarang dalam model kapitalisme kultural, akan
nampak seperti seorang yang arif dan bijak dalam bertransaksi. Modus transaksi
ini menempatkan dimensi sosial sebagai bagian yang inheren dalam tindak tukar
menukar. Saya teringat iklan sebuah merk minuman, yang sekali bertransaksi sama
halnya sudah membantu sebuah desa dibagian Indonesia timur sana. Ini sudah
mirip aturan islam, bahwa di dalam hartamu sebenarnya mengandung hak orangorang
kecil.
Sebuah tindak religiuskah
itu? Yang pasti, ketika dahulu pusatpusat belanja masih sama sepinya dengan
rumah ibadah, tindak konsumsi masih diukur dengan faedahnya sebuah
barangbarang. Tapi, ketika barangbarang begitu bergelimang, barangbarang
dipakai tiada habisnya. Barangbarang seperti ada yang dikandung di dalamnya.
Barangbarang menjadi benda yang mengandung yang gaib, sesuatu yang mistis. Marx
menyebutnya; fethisisme komoditas.
Maka memiliki barangbarang
yang mengandung unsur gaib sama halnya bertindak atas yang sprituil. Memiliki
bendabenda yang diproyeksikan pasar, sama artinya dengan sebuah sikap yang
arif. Di sana ada diri yang mengalami sesuatu yang impersonal. Di sana,
di dalam yang impersonal, pengalaman konsumsi adalah pengalaman terhadap sesuatu
yang transenden. Dan dari barangbarang konsumtif adalah media yang digunakan
untuk mencapai kebahagiaan. Sebab itulah kita tak hentihenti berkonsumsi. Sebab
itulah ini sudah mirip agama.
Dalam agama ada konsep
syirik. Teologi memandang syirik sebagai keadaan mempersekutukan sang teos. Di
dalam syirik, sang teos sama sejajarnya dengan wujud yang lain dalam ibadah.
Sebab itu syirik dilarang agama. Tapi syirik juga punya makna yang
berbeda. Barangkali ini arti syirik yang lain. Setidaknya dalam artinya di luar
makna doktrin teologi. Syirik yang lain itu jika bendabenda pasar dikonsumsi
oleh sebab sesuatu yang fethis, sesuatu yang gaib di dalamnya. Syirik yang lain
itu, jika barang yang dimiliki sudah mirip tuhan; suatu entitas yang dipuji dan
bahkan dipuja. Ingat, sekali lagi ini adalah model syirik yang lain.
Erich Fromm, menyebut
syirik yang lain itu sama halnya jika manusia memberhalakan hasil cipta tangan
manusia sendiri. Fromm membilangkannya sebagai apa saja semisal barangbarang,
bendabenda ataupun objekobjek yang dipertuhankan. Menurut Fromm, berhalaberhala
itu, tak disadari akhirnya menjadi inheren dalam sejarah atau bahkan menjadi
cara manusia berbudaya. Malangnya, sebab dia adalah budaya, melaluinyalah kita
menemukenali diri sebagai manusia yang beradab, manusia yang otentik. Lewat
aktivitas demikianlah kita berarti sebagai manusia yang betulbetul ada. Dan
budaya apa yang paling massif di saat ini? Baudrillard menyebutnya budaya
konsumsi.