Konon, di Yunani purba, tubuh merupakan wakil kebaikan dan keuletan. Ia adalah penanda supremasi manusia.
Olimpiade, misalnya, yang dilakukan selama empat tahun sekali di lereng
Gunung Olimpus, merupakan pemujaan terhadap tubuh yang ideal.
Bahkan dalam filsafat, Aristippus, teman Socrates, mengidealkan tubuh sebagai ajaran etika. "Kesenangan tubuh jauh lebih baik dari kesenangan jiwa." Di Yunani sepertinya, tiada jiwa yang ideal tanpa tubuh yang ideal.
Bahkan dalam filsafat, Aristippus, teman Socrates, mengidealkan tubuh sebagai ajaran etika. "Kesenangan tubuh jauh lebih baik dari kesenangan jiwa." Di Yunani sepertinya, tiada jiwa yang ideal tanpa tubuh yang ideal.
Itulah ada adagium yang akrab; mens sana in corpore sano, di balik tubuh yang kuat, ada jiwa yang sehat. Di balik seratserat otot yang
padu, terdapat jiwa yang utuh.
Namun itu di Yunani, suatu masa ketika tubuh ditempatkan sebagai
ekspresi atas yang ideal, yang dipuja dan dipuji. Sesuatu yang sempurna.
Bagi sebagian orang ada keyakinan tubuh adalah medium kejahatan. Tubuh sudah terlanjur dianggap musuh kemurnian. Tubuh adalah ruang yang gelap dan tak harus dicandra. Dari itu, tubuh dijauhi. Dari itu, tubuh diasingkan.
Di Yunani sendiri, sebelumnya ada Platon. Ia berpendapat tubuh adalah kuburan jiwa. Jiwa diandaikannya sebagai entitas ideal yang
murni, yang disebutnya hidup dalam archetype.
Di sana adalah kebebasan sejati, jiwa hidup bebas dan tiada batas.
Namun jiwa mengalami keturunan dan terperangkap dalam tubuh. Jiwa, yang semula
hidup bebas akhirnya terpenjara dan terkurung. Dan tubuh adalah dunia yang
gelap bagi jiwa; bayangbayang.
Maka itu tubuh dipandang nisbi dan
membelenggu. Tanda nisbi pada tubuh, yakni sesuatu yang mengalami spasial.
Tanda pembelengguan pada tubuh, yakni ia meruang dan itu berarti ada
jarak dan terbatas. Oleh sebab itulah, tubuh tak memberikan kebebasan. Oleh sebab
itulah jiwa mesti dibebaskan.
Platon memang memiliki pandangan yang tak
sepenuhnya mewakili keyakinan umum Yunani. Pandangannya yang diimplisitkan
dalam filsafatnya tak juga dapat dikatakan adalah produk kehidupan Yunani.
Namun Platon tak bisa lepas dari tubuh sebagai modus keyakinannya dieksplisitkan. Sebut saja tumos, salah satu bagian tubuh yang ia sebutkan dalam menjelaskan arete sebagai jalan keutamaan. Tubuh nampaknya, dalam pikiran Platon adalah apa yang disebut Socrates sebagai perangkap jiwa; kelemahan yang terus menerus memotong, mengganggu, memecahmecah dan menghalangi manusia dari kebenaran.
Namun Platon tak bisa lepas dari tubuh sebagai modus keyakinannya dieksplisitkan. Sebut saja tumos, salah satu bagian tubuh yang ia sebutkan dalam menjelaskan arete sebagai jalan keutamaan. Tubuh nampaknya, dalam pikiran Platon adalah apa yang disebut Socrates sebagai perangkap jiwa; kelemahan yang terus menerus memotong, mengganggu, memecahmecah dan menghalangi manusia dari kebenaran.
Barangkali sebab itulah tubuh dianggap
bertentangan dengan kehendak jiwa. Barangkali inilah maksudnya; yang utama bagi
Platon adalah jiwa. Yang ideal bagi Platon adalah unsur yang tak dapat dibagi;
sesuatu yang tak berkekurangan; sesuatu yang disebut ultim. Atau apa yang
disebut yang real.
Maka itu yang lain hanyalah bayangbayang; yang lain adalah semu; yang lain adalah palsu; dan yang lain adalah pantulan dari yang substansi. Jika yang lain sudah seperti pantulan, barangkali wajar saja yang lain akhirnya sesuatu yang tak layak diutamakan.
Maka itu yang lain hanyalah bayangbayang; yang lain adalah semu; yang lain adalah palsu; dan yang lain adalah pantulan dari yang substansi. Jika yang lain sudah seperti pantulan, barangkali wajar saja yang lain akhirnya sesuatu yang tak layak diutamakan.
Dengan demikianlah tubuh dilabeli dan
diberikan arti yang defenitif; sesuatu yang rendah dan tak berarti. Juga dalam
agama, tubuh adalah elemen yang tak selamanya bersih dari sumbersumber petaka.
Tubuh dalam agama, sama dengan arti pengutamaan atas jiwa. Tubuh dalam agama, sama berarti adalah bagian yang ditundukkan
atas superioritas jiwa.
Tapi ada sebuah keyakinan; firman telah
menjadi daging. Ini ada dalam maksud seperti yang dimiliki Kristiani, yakni
tuhan menjadi manusia. Keilahian dimanusiakan dan ini juga berarti sebaliknya,
segala "kedagingannya", kemanusiaan diilahikan.
Sebuah tubuhkah daging itu? Yang pasti ada kisah disaat perjamuan terakhir; “Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memotong-motongnya, lalu memberikan kepada murid-muridnya dan berkata; ambillah, makanlah, inilah tubuhku. Sesudah itu ia mengambil cawan, mengucap syukur, lalu memberikannya kepada mereka dan berkata; minumlah kamu semua dari cawan ini, sebab ini darahku.” (Matius 26: 26-27)
Dalam itu, ada sebuah peristiwa menyangkut tubuh yang disucikan. Daging, yang nampaknya dianggap tak memiliki apaapa diubah menjadi hal yang mitis, bahkan ilahiat. Tubuh dalam perjamuan itu ibarat suatu bagian yang tak terpisah dari yang ilahiat. Dalam kisah itu, sang juru selamat berkata; “ambillah, makanlah, inilah tubuhku.” Ada yang ditranformasikan disitu, bahkan ada yang tidak sekedar diubah di situ, melainkan dicipta, yakni yang dalam Platon adalah "kuburan jiwa", justru menjadi bagian yang kudus.
Sebuah tubuhkah daging itu? Yang pasti ada kisah disaat perjamuan terakhir; “Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memotong-motongnya, lalu memberikan kepada murid-muridnya dan berkata; ambillah, makanlah, inilah tubuhku. Sesudah itu ia mengambil cawan, mengucap syukur, lalu memberikannya kepada mereka dan berkata; minumlah kamu semua dari cawan ini, sebab ini darahku.” (Matius 26: 26-27)
Dalam itu, ada sebuah peristiwa menyangkut tubuh yang disucikan. Daging, yang nampaknya dianggap tak memiliki apaapa diubah menjadi hal yang mitis, bahkan ilahiat. Tubuh dalam perjamuan itu ibarat suatu bagian yang tak terpisah dari yang ilahiat. Dalam kisah itu, sang juru selamat berkata; “ambillah, makanlah, inilah tubuhku.” Ada yang ditranformasikan disitu, bahkan ada yang tidak sekedar diubah di situ, melainkan dicipta, yakni yang dalam Platon adalah "kuburan jiwa", justru menjadi bagian yang kudus.
Sementara yang kudus dalam tubuh, hari ini,
justru perayaan atas tubuh yang lain, yakni tubuh yang tak pernah disentuh yang
kudus. Yang ilahiat, atau yang kudus, hari ini juga ditranformasi. Namun,
bukankah saat ini kita samasama tahu apa arti tubuh dalam pasar? Bahkan apa
arti tubuh dalam kekuasaan? Hari ini tubuh yang ditranformasi, entah itu pasar
atau kekuasaan atau lainnya, adalah tubuh yang bukan milik kita. Tubuh yang
tanpa pribadi.