Mesti
dipahami menulis itu bukan tindakan heroik. Atau suatu usaha untuk menunjukan
sikap kepahlawanan.
Pahlawan atau
hero, memang penokohan yang dicitrakan tanpa cela, atau kesalahan. Dengan
begitu pahlawan adalah sosok ideal yang mengatasi segala kecacatan. Dalam
segala kisah heroik, pahlawan kadang merumuskan dirinya sebagai sosok yang
mengatasi masalah dengan cara "sekali pukul", sebab itulah hero
selalu dielu-elukan. Selalu dibangga-banggakan.
Menulis,
akibat bukan tindakan heroik, maka dia juga bukan tindakan "sekali
pukul". Menulis itu berbeda, dia berproses, dilatih, dan dilatih. Karena
itulah wajar jika tidak ada tulisan yang "lengkap", "utuh",
dan "universal". Menulis dengan itu adalah tindakan merevisi ide, dan
menyusun gagasan. Lagi, lagi, dan lagi.
Atas
semua itu, selalu ada tulisan pertama, tulisan kedua, tulisan ketiga, dan
begitu seterusnya, hingga sedikit demi sedikit otot kepenulisan terbentuk
secara alamiah dan menyempurna. Sampai akhirnya seseorang mahir menyusun
gagasan dalam seluruh karya tulis selanjutnya.
Mengapa
banyak yang susah menciptakan gagasannya dalam bentuk karya tulis? Itu karena sebagian
besar orang-orang selalu mengangap menulis adalah tindakan kepahlawanan.
Padahal, menulis itu sederhana, yakni mau berlatih diri, terus dan terus.
Menciptakan tulisan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Akhirnya,
menulis sebagai suatu aktivitas hanya soal komitmen dan kemauan yang keras.
Selama kita masih memiliki gagasan, sesederhana apa pun itu, yakin dan percaya,
menulis bukan pekerjaan yang susah dan rumit.