Ini
catatan KLPI ke-40. Bila mengikuti kalender kelas, Catatan KLPI sudah lebih
dari 40 catatan. Tapi, kawan-kawan yang terlibat dari awal pasti tahu, Catatan
KLPI baru dimulai ketika kelas sesi dua dibuka.
Ketika
itu ada kebutuhan merekam perkembangan dinamika kelas dari tiap minggu. Selain
mengambil catatan visual berupa foto-foto, segala hal penting yang terjadi
dalam kelas mesti juga dibuatkan catatan reportasenya. Ke depan, yakin dan
percaya, catatan semacam ini akan sangat berguna. Tentu sebagai alat ukur dan
evaluasi.
Pekan
39 dimulai pukul tiga sore. Tidak seperti pertemuan sebelumnya yang membuka
kelas lebih awal. Mengingat perkembangan kelas hanya dihadiri tidak lebih dari
lima orang, akhirnya waktu yang digunakan tidak lebih banyak dari pertemuan
biasanya.
Bahan
kritik di titik ini, semakin sedikit waktu dibutuhkan ketika menjalankan kelas,
itu berarti kualitas belajar juga semakin minim. Selain kuantitas, tidak
tersedianya waktu berdampak terhadap tidak maksimalnya mekanisme kelas yang
selama ini dilakukan.
Akhirnya,
di pekan 40, kelas tidak menjalankan mekanisme belajar sebagaimana mestinya.
Akibat
kawan-kawan tidak membawa karya tulis, pekan 39 hanya diisi beberapa pokok
diskusi. Dengan diselingi obrolan ringan beragam topik mengemuka. Mulai dari
kasus Ahok hingga perkembangan wacana dalam dunia maya.
Situasi
di atas hakikatnya akibat berkurangnya kuantitas kawan-kawan yang selama ini
ikut terlibat KLPI. Tidak dimungkiri, berkurangnya kuantitas mempengaruhi animo
sebagian kawan-kawan mengikuti kelanjutan kelas tiap pekannya.
Selama
ini kuantitas KLPI tidak menjadi soal yang penting. KLPI tidak mendasarkan
perkembangannya kepada kuantitas. Dan itu yang terjadi selama ini. Sampai detik
ini, KLPI masih terus berjalan walaupun hanya dihadiri segelintir orang. Tiap
pekannya.
Namun,
ketika suasana itu berlarut-larut, mesti ada yang mengajukan pertanyaan. Kenapa
suasana ini dapat terjadi? Apa sebabnya?
Apabila
ditelisik, situasi KLPI mengalami apa yang disebutkan dalam ilmu psikologi
sebagai titik jenuh. Titik jenuh situasi ketika suatu rangkaian proses telah
melewati tahap produktif. Andaikan air panas, titik jenuh, keadaan air pasca
titik didih.
Titik
jenuh terjadi akibat hilangnya motivasi dan konsolidasi. Imbasnya, orang yang
mengalami titik jenuh merasa tidak ada ikatan terhadap aktivitas yang sering
dilakukan.
Gejala
ini disebabkan seseorang mengalami gangguan konsentrasi dibanding keadaan
sebelumnya. Hilangnya konsentrasi berimbas seseorang kehilangan titik fokus.
KLPI
bisa dibilang kelas menulis yang tidak pernah libur. Di tiap pekan KLPI terus
berjalan. Andaikan kendaraan bermotor, KLPI tidak pernah berhenti melintasi
jalan raya. Tanpa henti kecuali itu dibutuhkan.
Kemungkinan
besar, situasi demikianlah menyebabkan KLPI mengalami titik jenuh. Berjalan
terus menerus tanpa mengalami peningkatan. Hingga akhirnya kehilangan motivasi.
Tapi,
seperti juga dikatakan ilmu psikologi, titik jenuh hanya bersifat sementara.
Bahkan titik jenuh bagian alamiah dari suatu proses.
Atau
sebaliknya, KLPI bukan aktifitas yang penting lagi. Jika sebelumnya di dalam
pembatinan kawan-kawan KLPI adalah aktifitas utama akhir pekan, semenjak
menemukan aktifitas lain, KLPI akhirnya dianggap aktifitas nomor dua.
Pembalikkan ini mungkin saja terjadi. Sangat mungkin.
Apabila
ingin dianalisis lebih jauh, banyak hal bisa dikemukakan. Yang terpenting
apapun persoalannya mesti cepat diatasi. Sejauh masih ada dua tiga orang yang
masih mau menggerakkan KLPI.
***
Muhajir
mengusulkan perlu dibuka kelas sesi ke-3. Alasannya, agar banyak kawan-kawan
baru yang terlibat. Usulan ini berangkat dari pengalaman sebelumnya, KLPI sesi
2, yang saat itu banyak menarik kawan-kawan baru ikut masuk KLPI.
Ada
yang sepakat, ada yang hanya memilih mengobrol dengan tema lain. Sandra Ramli
lebih asyik berdiskusi dengan Hajra. Mauliah Mulkin, yang sering disapa Kak
Uli, belum bergabung di dalam forum.
Menurut
saya pribadi, persoalan mendasarnya bukan kondisi KLPI itu sendiri, sehingga
perlu memperbaharui atmosfer kelas dengan membuka KLPI sesi 3. Melainkan
situasi “di belakang” kondisi KLPI yang mesti dirangsang. Artinya, dibuka
tidaknya kelas baru, tidak signifikan mengubah situasi yang dialami belakangan
ini.
Situasi
“di belakang” KLPI yang saya maksudkan sudah sempat disinggung di atas. Yakni,
peralihan aktifitas kawan-kawan. Mesti diakui, 3 bulan belakangan, sebagian
kawan-kawan mengalami perubahan aktifitas sebagaimana dialami sebelumnya. Perubahan inilah yang mendasari ikut
berubahnya masuk-tidaknya di KLPI selama ini.
Dalam
istilah yang sedikit dicanggihkan, geografi waktu kawan-kawan banyak mengalami
pergeseran. Kapan mengalamai waktu produktif, waktu senggang, di mana lokasi
paling banyak menyita waktu, saat kapan harus istirahat, adalah jaringan siklus
yang berubah selama sepekan dan berakibat bagi KLPI.
Perubahan
georgrafi waktu kawan-kawan tentu berimbas pula kepada georgrafi ruang. Maksudnya, waktu yang dialami saat
beraktifitas mesti memperhitungkan ruang sebagai pertimbangannya. Atau
sebaliknya, mempertimbangkan waktu saat mengalami ruang. Tentu kawan-kawan
berpikir, memberlakukan waktu saat di KLPI mesti mempertimbangkan jauh tidaknya
ruang mukim kawan-kawan. Semakin dekat ruang kawan-kawan terhadap KLPI, semakin
besar peluang kawan-kawan ikut di dalamnya. Juga semakin banyak waktu yang
dimiliki, semakin besar keikutsertaan ke dalam ruang KLPI.
Ini
hanya analisis belaka. Bisa jadi yang terjadi sesungguhnya tidak demikian.
banyak faktor yang ikut menentukan berjalantidaknya KLPI. Faktor prioritas,
misalnya.
Akhirnya,
usulan Muhajir ditangguhkan dengan mengagendakan suatu forum diskusi
menghadirkan penulis buku Calabai.
Sementara usulan Muhajir yang berkeinginan membuka kelas baru ditangguhkan hingga
awal tahun saja. Ini, kalau tidak salah juga dikatakan Kak Uli. Lebih baik awal
tahun saja.
Baiklah,
sepertinya KLPI pekan 40 akan dialami sebagaimana kelas biasanya. Informasi
terakhir, penulis buku Calabai tidak
bisa hadir di kelas akhir pekan ini.
Sampai
jumpa di KLPI pekan 41.