Bagi penulis handal, menulis bisa dilakukan di mana saja. Seperti
bernapas belaka, ide penulis bisa lancar keluar masuk kepala dengan alami.
Makanya, kalau ada pengusaha bertanya dari mana datangnya ide seorang penulis,
itu sama saja menolak gejala manusia kalau sakit perut, misalnya. Itu alami.
Datang begitu saja. Seperti mencratmencret yang datang tibatiba pasca
menghabiskan rujak satu bakul.
Jadi stop bertanya pertanyaan membosankan itu. Seorang penulis
pasti murka mendengar pertanyaan konyol itu. Ya, ide penulis bisa datang
seperti taik. Begitu alami, begitu manusiawi. Dia bukan sesuatu yang
dirancangrancang. Dia bisa datang tibatiba tanpa diundang.
Makanya jangan heran menemukan orang yang lama di depan layar
laptop ketika nongkrong di cafe. Barangkali dia sedang "berak"
tulisan. Atau menemukan seorang ibu tenggelam di gawainya saat menunggu suami
diperiksa dokter di rumah sakit. Bisa saja dia sedang "berakberak"
curhat menulis karena melihat dokter muda yang ganteng rupawan. Atau mahasiswa
tanggung yang lama di dalam kamar mandi terminal. Jangan sampai dia memang
sedang berak sambil menulis.
Itulah mengapa penulis hebat sangat senang sakit perut. Mereka
bisa makan berkilokilo mangga muda hanya untuk perut mulas. Kedondong
berpohonpohon hanya karena ingin didatangi ilham taik yang mencretnya bukan
main. Nah, kalau sudah begini maka tunggu saja karya intelektual bakalan lahir
di dunia. Dan para pembaca sudah pasti menunggu dan menyukai taik dari seorang
penulis.
Walaupun begitu, bagi penulis yang sudah ulung, tanpa mangga
sebakul atau rujak setanah air pun bisa menghasilkan karya tulis yang dahsyat.
Mereka bisa sakit perut tanpa harus mengunyah habis mangga ibuibu muda sejagad
raya. Atau tanpa harus mengemil pepaya mengkal dengan kecap segerobak. Bagi
mereka, sakit perut adalah wahyu yang hanya dikhususkan bagi profesi luhur
sealam semesta. Bagi mereka menulis adalah jalan hidup.
Orangorang semacam ini tidak bakal berhenti menulis semur hidup.
Artinya mereka selalu mencratmencret tanpa kenal waktu. Bayangkan kalau seorang
penulis sementara antri membayar rekening listrik di bank, di kepalanya
muncratmuncret ide seperti taik. Atau walaupun sedang berak menggenggam android
menulis apa saja. Sembari menghela napas panjang menghayati ide yang meluber ke
luar. Bahagia rasanya. Itu pasti.
Oke, bicara tentang taik, jangan sampai kau tidak tahu tentang
Marquis de Sade, penulis Perancis yang hidupnya dihabiskan di atas kertas.
Tulisannya jadi bacaan yang menggugah sekaligus porno. Filsuf ini juga memang
memiliki selera yang ganjil. Jadi kalau dia menulis kata vagina, yang dia tulis
adalah vagina yang sebenarnya. Bukan dalam arti yang hiperbolik atau simbolis.
Memang de Sade dikenal sebagai penulis yang vulgar. Bahkan sadisme diambil dari
namanya.
Nah, karena kevulgaran itulah dia dilarang menyebarkan tulisannya.
Alasannya sederhana, tulisannya mengancam moralitas masyarakat. Karena itulah
akhirnya dia dilarang menulis dan dipenjara. Tapi namanya penulis makrifat
tingkat tinggi, Marquis de Sade tidak berhenti menulis. Awalnya ia menulis
dengan darah sebagai tintanya, dan bajunya sebagai medium tulisannya.
Namun dasar tidak mau berhenti menulis, kemudian dia ditelanjangi
dengan cara dipindahkan ke dalam kurungan bawah tanah dengan penjagaan super
ketat. Dan, kalian tahu dengan apa dia menulis di dalam kurungannya, dengan
taik bung! Ya, taik menjadi tinta tulisannya yang ia tulis di tembok ruangannya.
Masya allah. Dengan taik saudarasaudari sekalian, Marquis de Sade
menulis! Dia betulbetul penulis ulung. Di kepalanya penuh taik mencret, dan dari
lubang pantatnya saja bisa menghasilkan tulisan. Alamak! Wahyu macam apa dia
terima dari sumber ilham tak terpemanai. Marquis de Sade contoh paling berani
bagaimana dari taik, kotoran yang disebut sampah, menjadi karya tulis yang luar
biasa.
Ada juga yang mengatakan bahwa ide penulis itu sebenarnya
diciptakan. Sini saya kasih tahu! Ini rahasia. Saya mendapatkannya dari penulis
misterius yang datang di mimpi saya. Dia mengatakan ide itu tidak diciptakan.
Kesalahan pertama orangorang adalah menganggap ide itu dapat diciptakan.
Padahal ide itu kenyataan yang sudah ada semenjak pertanyaan itu dipertanyakan.
Dia ilham yang abadi. Justru orangorang datang dan pergi, yang mati ditelan
bumi.
Lantas bagaimanakah dia datang. Oke, kata penulis misterius itu,
yang mesti dilakukan adalah pasrah terhadap kebodohan. Berbaik hatilah dengan
kebodohan, dan jadikan dia teman. Di saat itulah kebodohan akan mengarahkan
kita kepada sumber ilham. Bahkan kalau kita sudah siap, ide itu sendiri yang
akan datang. Jadi sabar saja. Makan mangga banyakbanyak. Dengan sendiri pasti
sakit perut.
Baiklah kalau sudah begitu menulis bisa dilakukan di mana saja. Di
bawah kolong jembatan. Di pasar malam. Atau di dalam peti mayat sekalipun.
Makanya banyak penulis pergi di banyak tempat menunggu kedatangan ide. Mereka
ingin berak di tempat yang bisa saja di dalam masjid. Datang begitu saja. Tapi
mesti diingat itu tidak langsung membuat orang menjadi penulis hebat, apalagi
penulis ulung.
Jadi sekali lagi stop bertanya dari mana datang ide seorang
penulis. Bung, untuk terakhir kalinya, ide itu seperti taik. Alami
kedatangannya. Yang kalian harus lakukan hanya berak. Bagaimana? Sederhana kan,
hanya berak. Oke perut saya sakit. Sepertinya saya mau berak.