Untuk
urusan membeli buku, kadang saya jadi irasional. Apalagi kalau membeli buku yang lama dicaricari. Tanpa banyak perhitungan walaupun uang
sekadarnya, hasrat memiliki buku jauh lebih besar
dibandingkan urusan bertahan hidup.
Saya pikir beberapa hari kurang makanan tidak akan membuat saya menjadi pengemis, apalagi mati kelaparan. Sejak dulu saya punya prinsip, orang gila yang tidak memiliki apaapa bisa bertahan hidup, apalagi orang yang punya akal sehat. Di manamana, akal sehat kalau digunakan dengan baik pasti akan memberikan jalan keluar. Makanya saya berani berkorban membeli buku.
Saya pikir beberapa hari kurang makanan tidak akan membuat saya menjadi pengemis, apalagi mati kelaparan. Sejak dulu saya punya prinsip, orang gila yang tidak memiliki apaapa bisa bertahan hidup, apalagi orang yang punya akal sehat. Di manamana, akal sehat kalau digunakan dengan baik pasti akan memberikan jalan keluar. Makanya saya berani berkorban membeli buku.
Berani
berkorban inilah yang saya sebut irasional. Anda boleh sepakat atau justru
memiliki pendapat berbeda tentang rasional tidakkah sikap berkorban itu
sebenarnya. Tapi saya memiliki pendapat orang yang melakukan bom bunuh diri,
rela mati demi meninggalkan orangorang yang dicintainya karena suatu alasan di
luar akal sehat. Kalau dia berpikir rasional mana mungkin dia mau mengambil
sikap yang destruktif seperti itu. Rela berkorban dalam kasus bunuh diri, bisa
panjang urusannya kalau kita mempersoalkan dahulu apa itu tindakan rasional,
apakah melakukan sesuatu demi tujuan yang jauh lebih besarlah yang disebut
rasional. Atau karena tindakan yang diambil telah ditimang dengan ukuranukuran
tertentulah suatu tindakan disebut rasional?
Yang
pastinya, akal sehat saya hanya bekerja pasca membeli buku. Terutama bagian
ketika bagaimana memperpanjang hidup dengan kekurangan uang. Saat inilah saya
harus memutar otak untuk menemukan jalan keluar. Memutar otak yang saya bilang
tentu bukan arti harfiahnya, malah saya kira anda tahu maksud yang dirujuk
istilah itu. Di pikiran saya, salah satu cara untuk bertahan ialah memanfaatkan
relasi pertemanan. Ini cara yang selalu berhasil saya lakukan. Terutama saat
hidup kere di kampus.
Biasanya, lapar secara berjamaah jauh lebih baik
dibandingkan sendirisendiri. Di saat itulah akal bersama akan bekerja lebih
canggih ketika itu dibandingkan tanpa ikatan kebersamaan. Hidup bersama kawanan
memiliki dampak buruk, sikapsikap manja akan terbersit jika ada halhal yang
sebenarnya bisa dilakukan secara sendiri, malah meminta bantuan kepada kawan
yang ada. Hidup kawanan tidak bisa menjadikan Anda seperti elang, tapi malah
membuat Anda jadi seperti seekor kucing.
Namun,
di saat lapar, kucing bisa menjadi hewan yang baik. Dia rela memberikan
pertolongan bagi sejumlah kawanannya. Ketika memiliki sedikit makanan, pasti
dia menyisihkan seperempatnya biarpun itu hanya berupa tulang ikan.
Kesetiakawanan kucing, sering saya temukan di dalam hati temanteman di saat
waktu makan siang atau malam. Di saat pagi malah jarang karena memang di waktu
itulah kami bertahan tanpa makanan.
Saya
tidak ingin mengatakan bahwa kucingkucing juga terkadang egois. Apalagi jika
menyangkut musim kawin. Terkadang di masamasa itu kucingkucing jadi sensitif.
Hingga itu berefek kepada saat berbagi rezeki. Jangankan berbagi, untuk
mengajak makan bersama saja batang hidungnya tidak bakalan kelihatan. Toh kalau
muncul, perutnya sudah besar akibat makan bersama kucing jenis hello kitty. Saya yang
sudah kepalang lapar, harus mencari kucingkucing kesepian yang bernasib sama.
Ada
artikel yang sempat saya baca mengenai bagaimana sikapsikap orang berhubungan
dengan buku. Bahkan sikap bagimana manusia memberlakukan buku dibaginya
bertingkattingkat berdasarkan kesenangan dan kecintaan. Disebutkan bahkan ada
orang yang membeli rumah hanya untuk menampung jutaan buku yang dipunyai. Juga,
banyak orang yang mempunyai ribuan buku, dituliskan justru tak satupun pernah
dibacanya. Orangorang macam ini, disebutnya dengan suatu istilah yang saya lupa
namanya. Semacam istilah dalam ilmu psikologi.
Menggilai
buku juga disebut sebagai suatu sikap yang mendua. Ada orangorang yang senang
melihat keindahan bukubuku dijejer di rakrak buku. Ada orang yang memang
memiliki buku atas dorongan ilmu pengetahuan. Juga, banyak orang yang mengoleksi
buku atas kesenangan semata. Sikap ini miripmirip kolektor prangko. Yang
dilihatnya bukan isi bukunya itu sendiri, melainkan malah berupa gambargambar
yang nampak dari cover atau halamanhalamannya.
Bahkan,
perlakuan negatif terhadap buku juga sempat disebut dalam artikel yang saya
sudah lupa di mana menemukannya. Perlakuan negatif ini berupa aksiaksi
kekerasan yang ditunjukkan dengan cara merampas bahkan sampai membakar.
Motivasinya bisa saja karena kebencian terhadap ilmu pengetahuan, atau memang
ingin menghilangkan ilmu pengetahuan dari peredaran peradaban. Yang terakhir
ini, banyak ditemukan di negerinegeri yang belum menyadari arti penting
bukubuku. Bahkan ada negeri yang sudah berperadaban, justru menghilangkan
bukubuku karena khawatir kekuasaan pemerintahannya terganggu.
Untuk
tingkatan tertentu, memang ada orang yang seperti kesurupan kalau ingin
memiliki buku. Mereka bisa jadi orang gila kalau melihat paginapagina tersusun
rapi. Kesadarannya bahkan langsung lenyap seketika. Yang ada hanya b-u-k-u di
dalam kepalanya. Tiada yang lain. Mungkin Tuhan juga hilang. Bahkan buku itu
sendirilah Tuhannya. Orang jenis ini sangat jarang ditemui. Tapi yakin dan
percaya, mereka bisa jadi berada di sekitar Anda.
Saya
belum sampai ke tingkat yang demikian. Buku belum menjadi Tuhan bagi diri saya.
Ilmu tauhid masih bekerja dengan baik di kepala saya, mana Tuhan
sesungguhnya, mana buku ciptaan Tuhan. Walaupun terkadang yang terjadi lewat
buku saya mengenal Tuhan. Begitu pula saya masih bisa tahu lewat buku, orang
bisa menjaga kesadarannya.
Itulah sebabnya, semalam saya rela membeli buku walaupun harihari ke depan saya harus mencari kucingkucing yang senasib. Karena saya tahu, bersama kucingkucing lapar, Tuhan kerap datang untuk bilang "sembunyikan cakarmu, walau belangmu berbeda." Di situ saya jadi sadar, lewat kelaparan bersama kucing senasib, kita bisa bersamasama duduk dengan Tuhan sembari bincangbincang tentang buku baru yang sempat dibeli.
Itulah sebabnya, semalam saya rela membeli buku walaupun harihari ke depan saya harus mencari kucingkucing yang senasib. Karena saya tahu, bersama kucingkucing lapar, Tuhan kerap datang untuk bilang "sembunyikan cakarmu, walau belangmu berbeda." Di situ saya jadi sadar, lewat kelaparan bersama kucing senasib, kita bisa bersamasama duduk dengan Tuhan sembari bincangbincang tentang buku baru yang sempat dibeli.