Dunia anakanak adalah
dunia yang penuh dengan keriangan. Di masa anakanak dunia selalu ditafsirkan
sebagai kenyataan yang dinamis. Sebuah kenyataan yang tidak hendak untuk
diseriusi. Dimana pada kenyataan demikian, kesadaran anakanak tidak sama dengan
logika manusia dewasa yang selalu menganggap dunia sebagai masa yang di amanahi
tanggung jawab. Singkat kata, kenyataan di masa anakanak adalah kenyataan yang
diterima tanpa ada intrepertasi normative. Dunia anakanak adalah dunia bermain.
Maka tak heran jika dimasa
kanakkanak, dalam memperkenalkan kenyataan yang akan di jalani kelak, sedikit
banyak bersentuhan dengan dunia permainan. Anakanak dan permainan merupakan dunia yang
memiliki hukum logika tersendiri.
Tidak seperti dunia orang dewasa yang penuh dengan tanggung jawab, aturan, maupun ikatan imperative yang mengikat, dunia anakanak adalah permainan dengan alam kebebasan. Dalam bermain, anakanak bisa melakukan apa saja, tidak ada jejaring kekuasaan berlaku. Dimana permainan menyituasikan anakanak sebagai subjek yang merdeka, tanpa harus khawatir melakukan sesuatu. Di waktu inilah daya imajinasi mendapatkan posisinya sebagai bahasa anakanak.
Dimasyarakat lampau, banyak kita
temukan permainan yang tak saja mendukung perkembangan imajinasi anakanak,
melainkan mempolesi daya ketangkasan, kekompakan, kerja sama dan cekatan
anakanak. Bukan saja permainan, di masa dahulu, cerita juga disamping permainan
selalu disertakan dalam masa pertumbuhan anakanak. Dongeng kiranya adalah salah
satu dari apa yang dimaksudkan. Dengan begitu, melalui permainan dan cerita
adalah dua hulu yang mengaliri alam berpikir anakanak. Melalui permaian,
anakanak secara tidak langsung di ajari ketangkasan dan daya cekatan dalam
melakukan kerja sama, sementara melalui tradisi lisan, anakanak dibiasakan
mengembangkan daya berpikirnya.
Jika dalam masyarakat
tradisional, dunia permainan selalu mengikut sertakan pendidikan dalam
membentuk karakter anak, maka situasi demikian dijaman sekarang sungguh jauh
berbeda. Sebagai ilustrasi, pada
masyarakat terdahulu, melalui penceritaan baik dongeng ataupun hikayat,
anakanak dibesarkan dengan tradisi lingkungan ibu. Dimana bahasa seorang ibu,
pada tindak bahasanya tidak menyertakan kekuasaan di dalamnya. Sehingga dari
kaca mata pendidikan, pola seperti ini adalah usaha emansipatoris ibu dalam
mengupayakan kesiapan mental sang anak.
Tindak bahasa ibu adalah tindak
bahasa yang memperkenalkan anakanak terhadap dunia makna, symbol dan lambang
yang memproyeksikan realitas tanpa tatanan dan kekuasaan. Dampak dari itu, masa
anakanak adalah masa yang terbebas dari selubung jejaring kekuasaan yang
mengitari. Pada momentum demikian, melalui penceritaan, anakanak di perkenalkan
kepada kenyataan tanpa menyertai sikap keterpenjaraan, sehingga dunia dalam
proyeksi anakanak adalah dunia yang dinamis.
Namun seperti dibahasakan
sebelumnya, konteks budaya awal yang dimiliki anak telah diambil alih oleh
dunia yang berbeda. Peran ibu dengan situasi nature-nya harus
dipangkas oleh state kebudayaan kontemporer. Anakanak dimasa
sekarang kehilangan situasi alaminya di hadapan permainan modern. Dimana dunia kenyataan (dunia ibu) dibonsai
habishabisan oleh dunia maya. Permainan yang diperkenalkan sudah melibatkan
bahasa teknologi yang serba imperative. Yang mana, peran bahasa ibu yang tanpa
tatatanan, tanpa kekuasaan, di ambil alih oleh bahasa imperative permainan
modern yang mengajarkan perilaku kuasa pada anakanak. Dengan hanya menekan
tombol maka anakanak kehilangan ketangkasan dan daya imajinasi sekaligus
menjadi subjek semenamena.
Dengan ilustrasi yang demikian
maka masa pertumbuhan anakanak mengalami disorientasi pemaknaan. Pesatnya
teknologisasi digital membuat kekosongan di tengah jantung kebudayaan
yang semestinya di isi oleh peran sentral seorang ibu. Adanya kekosongan ini
mengakibatkan abjeksi besarbesaran yang di alami anakanak di masa pertumbuhan.
Apatah lagi semakin meluasnya peran seorang ibu ke ranah publik membuat waktu
yang privative bagi masa perkembangan anak menjadi hilang. Sehingga tak salah
jika kita katakan gamegame maya yang banyak di mainkan oleh anakanak di jaman
teknologisasi digital sebagai the
mother of modernity.[]