Langsung ke konten utama

Bukan Bakat

Otot kepenulisan itu dibentuk dari latihan dan latihan. Ketika Anda gigih menulis, pelan-pelan otot kepenulisan Anda akan semakin terlihat. Apalagi jika itu dibarengi dengan gizi bacaan yang berserat tinggi. Sudah pasti dari hari ke hari Anda akan merasakan dan melihat perubahan dari cara Anda menulis dan bahkan bertutur.

Makanya, saya agak sangsi mendengar pernyataan menulis itu adalah bakat. Menulis itu kata kerja. Itu artinya dia diusahakan. Dilakukan tahap demi tahap. Menulis itu bagaimana Anda mau berproses dan menikmatinya. Itu saja.

Jika menulis adalah bakat, sungguh tidak adil Tuhan itu, dengan memberikan bakat kepada satu orang dan tidak kepada lainnya. Padahal cara kerjanya sederhana: Anda berusaha, maka Anda yang akan menikmati hasilnya.

"Bakat n 1 anugerah, fitrah, karunia, kebolehan, kemampuan, kodrat, talen, talenta; 2 bekas, kesan, tanda-tanda, tikas;3 alamat, faal, gejala, gelagat, indikasi, isyarat, pertanda, petunjuk, sinyal, tanda-tanda; berbakat a berpembawaan".

Itu kutipan dari KBBI. Jadi di situ jelas sekali bakat itu bukan pemberiaan alami yang dikira banyak orang. Atau kemampuan yang sudah dimiliki sejak azali. Bukan. Sama sekali bukan.

Lalu, apa yang dimaksud anugerah, fitrah, karunia, kodrat, dst. itu? Jika ada satu-satunya yang dibawa sejak lahir, yang merupakan anugerah, yang dimaksud fitrah, maka itu tiada lain merupakan nikmat akal, nikmat jiwa yang berpotensi menjadi dahsyat jika dikembangkan.

Sekarang Anda punya nikmat akal, pikiran bersih, yang digunakan sehari-hari. Anda menggunakannya untuk berpikir, berkomunikasi, dan berpartisipasi. Anda hidup dengan akal dan jiwa Anda. Bahkan, tanpa kedua itu Anda bukan apa-apa.

Pertanyaan besarnya: sudahkah Anda memaksimalkan apa yang Anda punyai? Mendayagunakan akal dan jiwa Anda untuk meningkatkan kemampuan dan talenta Anda? Dengan menulis? Menggunakan kata-kata di sekitar Anda?

Yakinlah, jika Anda memperbanyak latihan, akal dan jiwa Anda akan berkembang pesat. Otot kepenulisan Anda mulai akan berkembang. Hingga sampai di taraf tertentu beban apa pun yang Anda tuliskan akan terasa ringan. Seberapa pun beratnya. Percayalah!

Postingan populer dari blog ini

Empat Penjara Ali Syariati

Ali Syariati muda Pemikir Islam Iran Dikenal sebagai sosiolog Islam modern karya-karya cermah dan bukunya banyak digemari di Indonesia ALI Syariati membilangkan, manusia dalam masyarakat selalu dirundung soal. Terutama bagi yang disebutnya empat penjara manusia. Bagai katak dalam tempurung, bagi yang tidak mampu mengenali empat penjara, dan berusaha untuk keluar membebaskan diri, maka secara eksistensial manusia hanya menjadi benda-benda yang tergeletak begitu saja di hamparan realitas. Itulah sebabnya, manusia mesti “menjadi”. Human is becoming . Begitu pendakuan Ali Syariati. Kemampuan “menjadi” ini sekaligus menjadi dasar penjelasan filsafat gerak Ali Syariati. Manusia, bukan benda-benda yang kehabisan ruang, berhenti dalam satu akhir. Dengan kata lain, manusia mesti melampaui perbatasan materialnya, menjangkau ruang di balik “ruang”; alam potensial yang mengandung beragam kemungkinan. Alam material manusia dalam peradaban manusia senantiasa membentuk konfigu...

Mengapa Aku Begitu Pandai: Solilokui Seorang Nietzsche

Judul : Mengapa Aku Begitu Pandai Penulis: Friedrich Nietzsche Penerjemah: Noor Cholis Penerbit: Circa Edisi: Pertama,  Januari 2019 Tebal: xiv+124 halaman ISBN: 978-602-52645-3-5 Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu: Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan?   :dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memaham...

Memahami Seni Memahami (catatan ringkas Seni Memahami F. Budi Hardiman)

Seni Memahami karangan F. Budi Hardiman   SAYA merasa beberapa pokok dari buku Seni Memahami -nya F. Budi Hardiman memiliki manfaat yang mendesak di kehidupan saat ini.  Pertimbanganya tentu buku ini memberikan peluang bagi pembaca untuk mendapatkan pemahaman bagaimana  “memahami”  bukan sekadar urusan sederhana belaka. Apalagi, ketika beragam perbedaan kerap muncul,  “seni memahami”  dirasa perlu dibaca siapa saja terutama yang kritis melihat situasi sosial sebagai medan yang mudah retak .  Seni memahami , walaupun itu buku filsafat, bisa diterapkan di dalam cara pandang kita terhadap interaksi antar umat manusia sehari-hari.   Hal ini juga seperti yang disampaikan Budiman, buku ini berusaha memberikan suatu pengertian baru tentang relasi antara manusia yang mengalami disorientasi komunikasi di alam demokrasi abad 21.  Begitu pula fenomena fundamentalisme dan kasus-kasus kekerasan atas agama dan ras, yang ...