“Dialah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnyamereka sebelumnya dalam
kesesatan yang nyata". (Al-Jumu'ah: 2)".
Seorang Nabi punya agenda besar; membawa umat manusia
menuju pembebasan. Sebuah agenda untuk menyelamatkan umat
manusia dari keterpurukan moral. Kemudian dengan misi ilahiatnya membawa
manusia pada titik yang terjauh, sebuah hujung yang dijanjikan pada kitabNya; titik Ilahiah.
Tugas Nabi adalah tugas yang ilahiat. Sebuah sejarah dibawa naungan sabda
Tuhan. Dalam misinya sebuah jalan besar telah dibentang; memberikan alternatif
pada manusia untuk memilih, dimana pergulatan sebuah kepercayaan harus
dipertaruhkan. Umat manusia pada akhirnya tahu, bahwa hidup punya aturan. Maka
sebuah agama pun datang.
Agama pun diajarkan, kemudian diterapkan. Hingga zaman pun mengenal misi suci
dalam menyelamatkan umat manusia perlu sebuah bahasa sebagai media. Dimana
bahasa yang didatangkan bukan dari hasil olah pikir, sebab bahasa yang
datangnya dari pikiran adalah bahasa yang terdistorsi. Bagaimanapun caranya
sebuah bahasa konsep pada akhirnya mesti habis digerus waktu. Maka sebuah teks
dalam perjalanannya, perlu menggunakan bahasa yang berbeda dari alam pikiran
manusia. Dengan begitu sebuah teks yang menubuh ruang adalah bahasa
yang simbolis. Bahasa yang tak uzur oleh bilangan angka, bahasa yang memiliki
makna berbilang, masuk dan menggema pada setiap ruang yang menyejarah. Karena
itulah mengapa dalam membawa pesan ilahi para nabi menggunakan bahasa simbolis.
Kata Ali Syariati; Islam merupakan kulminasi dan perfeksi, diceritakan
dalam bahasa simbolik, dan oleh karena bahasa dari agama semitik adalah bahasa
simbolik. Bahasa simbolik jelas lebih mendalam, universal dan lebih abadi
daripada bahasa eksposisi.1
Lewat bahasa seperti inilah sabda tuhan mengandaikan perubahan. Teks kemudian dienjawantahkan
dalam realitas yang dihadapi.
Datang dengan menjadi kalimah petunjuk dari sebuah agama. Dan
dari sana sebuah realitas ingin dibentuk, untuk ditata berdasarkan takdirNya. Intinya bisa
dibilang "amanah
langit" yang di emban oleh para utusan Tuhan adalah menjadikan bumi
sebagai pengejewantahan “surga” Akhirat.
Mari kita simak; Nabi Musa.
Seorang yang besar dalam lingkungan fir'aun. Berdiri menjadi simbol
ketertindasan umat pada saat itu. Bersama kaumnya, Musa kritis terhadap
kediktatoran Fir'aun yang menindas. Dengan sistemnya yang kita tahu
betul; kapitilisk. Bersama Bal'am, seorang ulama
kerajaan, menggunakan dalil agama untuk mendukung kekuasaannya,
Firaun seorang kepala pemerintahan yang kejam. Masyarakatnya dipaksa tunduk.
Perintah diumumkan. Serempak dengan totalitas; Fir’aun ingin menjadi tuhan. Dan
yang namanya tuhan, sebuah sabda adalah agama; Firaun adalah niscaya bagi
rakyatnya.
Mesir akhirnya punya agama baru; Firaunisme. Agama baru itu mengajarkan satu
hal, tentang bagaimana seorang bawahan harus beradab; ketundukan. Olehnya
ratusan bahkan ribuan masyarakatnya, menjadi budak belian yang hidup dengan
paksaan, dimana kemerdekaan hidup dicabut, kebebasan berpendapat dilarang,
bahkan seperti kita tahu, suara pada lingkaran kekuasaan harus ditundukkan;
mengkritik akan dijatuhi hukuman mati. Dalam kondisi inilah, Musa
hidup. Dari apa yang ia dapatkan sebabagai wahyu, dimana tuhan ia katakan
sebagai zat yang berada di timur maupun yang di barat, memulai
misinya; sebuah pesan pembebasan untuk umat manusia. Musa adalah gambar
pemimpin kaum tertindas. Ali Syariati, seorang sosiolog Islam
menulis; Gerakan Musa adalah perjuangan melawan diskriminasi rasial yaitu
superioritas koptik atas sebtian, perjuangan melawan situasi sosial, yaitu
dominasi satu ras terhadap ras lain.2
Sejarah barangkali adalah perulangan peristiwa; Isa Al Masih. Seorang Nabi
dengan kemampuan tindak bahasa dimasa bayi. Dari tangan kasih sayang, dibawah
imperium romawi; ia mengajarkan kepada setiap orang untuk berkhitmad dijalur
kemanusiaan. Pesan pembebasannya laksana kata yang tajam, dengan kasih
sayangnya memberikan kebahagiaan bagi masyarakat yerusalem yang kelaparan. Ia
mendatangi rumah-rumah warga miskin dengan membagi-bagikan roti hanya untuk
mengenyangkan mereka yang tak makan seharian. Pribadinya tak seperti penguasa
yang gading di menara, sudah retak, terpisah nun jauh, bersama murid-muridnya,
putra Nazareth ini menggerakkan parlementer jalanan. Tindak sosialnya hidup
ditengah-tengah kaum papa. Isa adalah kasih yang aktif melawan dengan dan dalam
akhlak tuhan menghujam elit penguasa.
Kemudian kita pun tahu; nubuat kedatangan sosok Agung oleh Shidarta Gautama,
menjadi pesan bagi zaman yang begitu jahil, masyarakatnya hobi dalam berperang,
meminum-minuman keras, hartawannya serakah, pemuda-pemudinya rajin dalam
berjudi, para orang tua malu jika memiliki anak perempuan, bahkan dikubur
hidup-hidup. Masyarakat ini, menganggap perempuan adalah aib sosial. Masyarakat
Arab jahiliah adalah masyarakat yang tak memiliki nilai untuk di agungkan.
Ditengah-tengah gurun beserta masyarakatnya yang jahiliah, lahirlah Agung
Ilahi, para pengulu kaum papa. Muhammad bin Abdullah namanya. Manusia
pengembala yang menyerap hikmah-hikmah yang tak mampu ditangkap oleh manusia
manapun. Besar dalam kondisi masyarakat yang terbelakang, namun tak memiliki
kesamaan dengan masyarakatnya, karakternya jujur dan amanah, tingkah lakunya
adil pada tempatnya, bercandanya membuat kaum papa merasa mesra dengannya.
Empat puluh tahun usianya dimana selayaknya pembebasan dari keterbelengguan ego
diri, amanah yang tak mampu ditampung oleh bumi dan seisinya diterimanya dengan
segala konsekuensinya. Kalimah-kalimah langit ia pancangkan dalam-dalam di
dalam dadanya. Sekali lagi lahir manusia pembebas seluruh alam semesta,
pembebas kaum tertindas, pembebas kaum papa, pembebas seluruh umat
manusia. Ia adalah sosok yang memiliki visi revolusioner, seperti pengertian
visi yang dibahasakan jurgen habermas; yang benar-benar dapat mengarahkan
tindakan hanyalah pengetahuan, yang telah membebaskan diri dari kepentingan
semata dan telah diarahkan kepada ide-ide dan lebih tepat lagi yang sudah
menemukan arah teoritisnya.2
Ajarannya adalah ajaran egaliter dan humanistik, ajaran kaum papa. Pesan
Ilahinya adalah gundam yang menghantam sistem kekuasaan yang hegemonik.
Melabrak sistem ekonomi yang kapitalistik. Dakwahnya adalah dakwah revolusi
total. Ia tidak sekedar mengajarkan zikir dan doa, melainkan dari mulutnya
keluar kata-kata yang pedang bagi berhala-berhala kepalsuan. Egalitarianisme
yang menjadi risalahnya adalah argumentasi yang yang cocok dengan kepahaman
umatnya. Hal ini dikarenakan Muhammad SAW. lahir ditengah-tengan kaum lemah dan
tertindas. Ia memecahkan dogma-dogma takhayul dengan lisan yang jelas,
berbicara dengan bahasa kaumnya. Menafsirkan kondisi sosio-politik-ekonomi
berdasarkan pesan-pesan Ilahi dan membangun gerakan progresif untuk merubah
total sistem nilai yang berlaku ditengah-tengah kaumnya. Bahasa Nabi adalah
bahasa universal bagi keterbelakangan umat manusia. Ditengah peradaban imperium
romawi, Persia dan China , bersama kaumnya Rasul membangun peradaban yang
humanis-egalitarian. Lewat peradaban yang dibangunnya, risalah pemberontakan
disemai kepenjuru belahan dunia.
Kini bentang sejarah telah menghadirkan satu model kehidupan yang berbeda.
Kondisi sekarang ini adalah kondisi yang mengalami kemajuan besar-besaran.
Hadir bangunan tinggi pencakar langit, sains menjadi simbolisasi nalar progres
masyarakat, komunikasi menjadi surat yang tak berkantor. Namun dibalik semua
itu, manusianya menjadi manusia yang kosong akan makna, kering akan cinta
kasih, berdiri dengan kepongahan hati, memuja berhala modal dan wanita menjadi
kiblat ruhaninya. Inilah zaman jahiliah modern sedang berlangsung. Lantas
siapakah orang yang bakal meneruskan tugas-tugas kemanusiaan selayaknya para
Nabi? Oleh Ali Syariati, Rausyan Fikr-lah orangnya.3 Rausyan
fikr adalah orang yang memiliki pemikiran kritis, mampu merefleksikan
masyarakat serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur
penindasan dan emansipasi. Ia tidak mengisolasikan diri dalam menara
gadingteori murni.4
Adalah tugas manusia tercerahkan untuk membangunkan masyarakat yang terbuai
tipu daya kekuasaan elit serakah yang buta nurani. Seperti kata Ali Syariati;
tanggung jawab pokok cendekiawan adalah menanamkan dalam alam berpikir publik
semua konflik, pertentangan dan antagonisme dalam masyarakat. Mengubah
antagonisme dialektik objektif menjadi pikiran subjektif dari rakyat.5 Membangun
argumentasi dengan memecahkan kebekuan pengetahuan yang serba melangit dengan
cara membumikannya ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana para nabi, berbicara
dengan bahasa kaumnya, menjadi penafsir dalam kondisi keterpurukan masyarakat.
Berdiri dengan lantang menggulingkan rezim diktator dan otoriter.
---
- Ali Syariati; Agama versus “Agama”, hal.37
- Jurgen Habermas; Ilmu
dan teknologi sebagai Ideologi, hal.155
- Ali Syariati; Ummah
dan Imamah, hal 14
- ibid
- ibid