Surat untuk Sahabat; Eksentrik


Silong, ingin kuawali tulisanku dengan sapaan anak dari utara. Sapaan yang terkesan primordial, namun bagiku dan bagimu itu adalah kata yang menyimpan emosi dan jiwa kita. Akhir-akhir ini aku mulai lupa kapan kita pernah bertemu, tapi masih tergiang benar dalam benakku bahwa kita berkenalan pada saat semuanya mencari teman. 

Masihkah engkau mengingat jawaban yang engkau berikan dengan jawaban yang berubah-ubah jika ada yang menanyaimu, itu membuatku bingung pada saat itu, tapi akhirnya jelas kita ternyata bernaung dalam satu jurusan yang sama. Tempat dimana nantinya kita akan menemui manusia-manusia yang memiliki pendirian teguh. Dari sanalah kita akan bersama dalam mencari diri kita yang belum kita kenali. Satu tempat yang memiliki kamar-kamar kita sendiri.

Akhir-akhir ini akupun semakin lupa mengenai kisah kita semua, tapi dari kisahmu denganku tentang pada saat kita berpuasa, melewati malam-malam sahur saat kau menguasai berpuluh kepala ditempat dimana kau menjadi pemimpinnya. Malam itu malam yang masih melekat benar dalam kepalaku. Sungguh memori yang tak bisa kulupa.

Tahuku engkau adalah teman yang sulit melihat saudaranya dalam keadaan susah, sisi inilah dimana aku belajar darimu, satu sifat Tuhan yang mungkin aku belum memilikinya.

Engkau adalah saudaraku yang berbeda dengan lainnya. Seseorang yang pandai memainkan ritme-ritme emosi pada saat semuanya kaku, itu hal yang belum aku miliki. Pula, engkau tak banyak berceloteh tentang dunia dengan seisinya, berbeda dengan aku yang melihat dunia dari kepalaku, engkau justru melihat dan mengubah dunia dengan lelucon dan tutur katamu, sungguh pribadi yang patut aku pelajari.
Hai punggawa dari utara, akhir-akhir ini dan dari awal engkau menjadi orang yang optimis, jujur ajari aku untuk seperti itu! bahkan engkau sekarang sedang dalam garis depan, sebentar lagi akan membalikkan kapalmu menuju bukit-bukit utara dan membuat kami kecil yang berdiri di tepian bibir pantai.

Kawanku, camkanlah kisah kita semua, Antara Si Revolusioner yang eksentrik, Si Penyair yang erotis dan sobatmu yang masih belajar belum usai. Kita laksana pelangi yang ujung satunya berawal dari lembah pegunungan yang berlumut menuju ujung yang lain di atas perbukitan yang tak satu pun pohon kita kenali. Lanjutkan utopiamu sertakan kami sebagai catatan kecil untuk hari esok.

Salam Sayang Dariku.

Tulisan tahun 2009; Berdasarkan Ingatan.