Cara terbaik yang membuat seseorang
dapat menjalankan revolusi adalah menulis sebaik yang dapat ia lakukan. Begitu
pendakuan Gabriel Garcia Marquez, sastrawan masyur yang menulis One Hundred
Years of Solitude.
Marquez tidak seperti para pengkotbah di negeri ini yang meyakini perubahan hanya bisa disandarkan kepada kebutuhan untuk bersuara. Tentunya ini bukan sekedar trik Marquez untuk menyeret orang-orang dari “pusaran suara” menuju “pusaran aksara.” Apalagi menganggapnya sebagai strategi untuk menarik minat orang-orang agar menyenangi quote-quote inspiratif.
Marquez tidak seperti para pengkotbah di negeri ini yang meyakini perubahan hanya bisa disandarkan kepada kebutuhan untuk bersuara. Tentunya ini bukan sekedar trik Marquez untuk menyeret orang-orang dari “pusaran suara” menuju “pusaran aksara.” Apalagi menganggapnya sebagai strategi untuk menarik minat orang-orang agar menyenangi quote-quote inspiratif.
Sebaliknya, menurut eike ini cara Marquez untuk
menyampaikan suatu pengertian yang jauh lebih ke belakang, jauh lebih
fundamental: menghayati aksara dengan beragam risikonya.
Pertama-tama, ini mungkin
spekulatif: tidak ada penghayatan terhadap aksara tanpa sebelumnya beririsan
dengan dirinya sendiri. Dalam konteks dunia yang mengakomodir publisitas
sebagai indikator kemajuan, seseorang mesti pertama kali menaklukkan dirinya
untuk mau menepi di pesisir kesunyian.
Konon Orhan Pamuk, sebelum menjadi
penulis seterkenal sekarang, kurang lebih banyak mengurung dirinya selama
delapan tahun di perpustakaan tanpa diganggu peristiwa sehari-hari. Entah apa
yang terjadi di kala itu.
Tapi, dari pengalamannya macam demikian, kita bisa menarik faedah kira-kira apa yang terjadi jika Anda mengurung diri selama bertahun-tahun di dalam ruangan yang penuh buku-buku? Mungkin Anda mampu menghapal pelbagai macam judul buku beserta deretannya di atas almari. Atau mengetahui hampir semua isi buku yang mengelilingi Anda? Apakah Anda akan menjadi Orhan Pamuk yang lain? Mungkin.
Tapi, dari pengalamannya macam demikian, kita bisa menarik faedah kira-kira apa yang terjadi jika Anda mengurung diri selama bertahun-tahun di dalam ruangan yang penuh buku-buku? Mungkin Anda mampu menghapal pelbagai macam judul buku beserta deretannya di atas almari. Atau mengetahui hampir semua isi buku yang mengelilingi Anda? Apakah Anda akan menjadi Orhan Pamuk yang lain? Mungkin.
Secara ilustratif, model hidup
semacam itu kemungkinan besar akan dicela sebagai kehidupan yang mengingkari
kehidupan bermasyarakat. Seperti kaum sufi yang mentalak dunia demi pencapaian
spiritualitas tingkat tinggi. Namun, dunia justru membuktikan, jalannya sejarah
perabadan manusia kadang sangat ditentukan dari pencapaian orang-orang yang
bercengkrama dengan kesendirian.
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu sebagai
suatu pernyataan sampai sekarang masih sering membuat eike takjub terhadap
kandungan makna yang ada di baliknya. Bagaimana mungkin seorang bisu mampu
bernyanyi? Situasi apakah yang mendorong seorang bisu harus bernyanyi di dalam
kesunyian? Dalam situasi itu, jenis suara seperti apakah yang dihasilkan dari
nyanyian seorang yang bisu?
Terlepas dari eksposisi di atas, di
situ sunyi dan bisu bagi eike adalah dua situasi yang extraordinary. Melalui
situasi itulah sunyi dan bisu yang
dimaksud dari buku Pramoedya Ananta Toer menemukan momentum pemakanaannya.
Biografi Pamuk dan terlebih lagi
Pram adalah biografi orang-orang yang dipapar kesunyian. Mereka adalah
orang-orang yang mengelola kesunyian menjadi kekuatan. Bagi eike, di titik
inilah momen revolusioner diciptakan. Dan menulis adalah strategi mereka untuk
melancarkan suatu gema, suatu suara. Barangkali inilah suatu cara terbaik yang
dikatakan Marquez sebagai jalan untuk menjalankan revolusi.
Kedua, dilihat dari konteks abad
ini, menulis adalah pekerjaan yang sama berartinya dengan pekerjaan-pekerjaan
teknis lainnya. Dia sama revolusionernya dengan penggunaan gadget dewasa ini.
Dengan kata lain, menulis memiliki pengaruh yang cukup signifikan di dalam
menciptakan perubahan sosial.
Sebagai perbandingan, setelah
tradisi lisan dipentaskan di atas podium-podium agama, tulisan-tulisan Martin
Luther yang ditujukan untuk mengkritik doktrin gereja abad pertengahan menjadi
medium baru dan mampu mengkonsolidasikan suatu pandangan baru sebagai basis
keimanan. Semenjak kritik teologi yang ditulisnya disebarluaskan, sejarah
kekristenan berubah dengan munculnya
aliran baru yang hari ini dikenal sebagai Protestanisme.
Memang agak klise, tapi perubahan
sejarah kekristenan itu sepakat atau tidak, ditengarai melalui medium tulisan.
Dengan sokongan revolusi mesin cetak Guttenberg, tulisan semenjak itu mulai
mengubah bentuk kesadaran yang beralih dari suara menjadi aksara. Dengan cepat
terjadi liberalisasi ilmu pengetahuan dengan menerobos sekat-sekat kelas
masyarakat saat itu.
Di masa sekarang, kejelian ramalan
Alvin Toffler mengenai kedudukan sejarah di masa akan datang menemukan
momentumnya. Dengan tesis yang pernah ia ajukan tentang buta huruf, secara
patologis menggambarkan kebutaan secara informatif masyarakat gelombang ke tiga
ditunjukkan bukan dari mereka yang tidak bisa baca tulis, melainkan
ketidakmampuan orang-orang mengelola informasi dan keengganan untuk belajar seiring
perubahan yang terjadi.
Dengan kata lain, keberlimpahan
informasi yang mengepung kehidupan masyarakat hari ini tidak menjamin kemajuan
secara epistemik masyarakat itu sendiri.
Justru kenyataan sebenarnya adalah, banyak orang-orang yang masih buta huruf akibat tidak mampu mendudukkan informasi sebagai data penting untuk memajukan kehidupannya.
Justru kenyataan sebenarnya adalah, banyak orang-orang yang masih buta huruf akibat tidak mampu mendudukkan informasi sebagai data penting untuk memajukan kehidupannya.
Dari konteks di atas, dengan begitu
menulis sama berartinya sebagai pekerjaan yang memukul buta huruf. Suatu upaya
melawan kebodohan. Di situ ada kegiatan pengelolaan informasi menjadi data,
membaca pelbagai referensi, membandingkan data-data, dan menganalisis hasil
bacaan. Dengan kata lain, suatu tindakan revolusioner.
Ketiga, menulis dengan sebaik yang
dapat ia lakukan berbeda dengan hanya sekedar menulis. Sebaik yang dapat dilakukan adalah kuncinya. Frasa itu menandai
pentingnya segala upaya dan tenaga sebagai daya dorong bagi seseorang untuk
memberikan yang terbaik dari kemampuan menulis yang dimilikinya.
Sebaik yang dapat dilakukan dengan kata lain adalah parameter yang memisahkan mana penulis yang mau berjibaku dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, dan yang mana penulis yang pada akhirnya berhenti dan menyerah dengan hanya memberikan kemampuan ala kadarnya.
Sebaik yang dapat dilakukan dengan kata lain adalah parameter yang memisahkan mana penulis yang mau berjibaku dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, dan yang mana penulis yang pada akhirnya berhenti dan menyerah dengan hanya memberikan kemampuan ala kadarnya.
Ini artinya seperti seseorang yang
melawan dirinya sendiri untuk menetapkan batas-batas terjauh dari kemampuan
dirinya. Esok bukanlah hari ini, dengan sekaligus harus jauh lebih baik dari
hari sekarang.
Dengan kata lain, ini adalah suatu
ritme. Suatu tindakan keberlanjutan terus menerus.
Syahdan, perkataan Marquez di atas
memang bukan frasa yang akrab ditemui jika berbicara mengenai perubahan sosial.
Apalagi jika itu mau dikatakan sebagai anjuran-anjuran revolusioner yang kerap
mengundang orang-orang agar mau berkumpul di jalan raya. Revolusi Marquez
dengan kata lain bukan jenis revolusi yang berbasis barisan orang-orang. Dia
sesuatu yang lain, sesuatu yang membutuhkan ruang tersendiri untuk menyusunnya.
Suatu pekerjaan soliter.
Akhir kata, ketika hari ini banyak
pekik suara-suara yang mengepung di atas udara, bisa jadi itu hanya jenis suara
yang banal. Mungkin itu bukanlah sumber perubahan?